Aktivitasnya sehari-hari di masjid dikagumi.
“Apakah dia punya istri?” tanya Rasul.
“Benar,” timpal mereka.
“Apakah dia punya anak?”
“Benar.”
“Apakah dia punya keluarga?”
“Benar.”
“Siapa yang menanggung segala kebutuan keluarganya?”
“Kami semua, wahai Rasūlullāh saw.”
“Kalau begitu, kalian lebih baik darinya.”
Mendengar klaim ini, mereka kaget. Bagaimana mungkin, mereka yang tidak tekun secara spiritual dianggap lebih baik ketimbang orang yang tekun spiritual?
Ma`āsyiral muslimīn raḥimakumullāh,
Rasūlullāh saw. rupanya punya logika dan alasan tersendiri. Bisa dibayangkan, jika ahli ritual itu terbebani oleh urusan duniawi anak, istri dan keluarganya, apakah dia bisa beribadah dengan tenang, khusyuk dan nyaman?
Jika anaknya butuh pangan, istrinya minta nafkah duniawi dan batiniah, keluarganya berharap tanggung jawabnya, apakah dia masih bisa khusyuk beribadah?
Ia bisa beribadah dengan nyaman dan tanpa terbebani urusan dunia keluarganya, tak lain karena segala urusan keluarganya ditanggung oleh masyarakatnya.
Inilah yang membuat mereka yang beramal sosial dinilai lebih baik ketimbang yang hanya beramal ritual.
Muḥammad bin `Abdullāh az-Zarkasyī (al-Manṡur fī al-Qawāid al-Fiqhiyyah:I/339) dan Jalāluddīn as-Suyūṭī (al-Asybāh wa an-Naẓāir: I/144) menukil kaidah fikih:
“Ibadah yang manfaatnya dirasakan orang lain, itu lebih utama ketimbang yang manfaatnya dirasakan diri sendiri.”
Karenanya, dalam ḥadīṡ riwayat Imām Mālik dari Nāfi` dari `Abdullāh bin ‘Umar (Muwaṭṭa`: V/1453), Imām al-Bukhārī (Ṣaḥīḥ al-Bukhārī: II/112), Imām Muslim (Ṣaḥīḥ Muslim: II/717), dll, Rasūlullāh saw. berwasiat:
“Tangan di atas lebih utama ketimbang tangan di bawah.”
Ma`āsyiral muslimīn raḥimakumullāh,
Menurut Mālik bin Anas (Muwaṭṭa`: V/1453), al-yad al-‘ulyā (tangan di atas) adalah al-munfiqah (penderma), sedangkan al-yad as-suflā (tangan di bawah) adalah as-sāilah (peminta-minta).
Penderma, berapa pun derma yang diberikan, asalkan murni karena Allah Swt., itu jauh lebih mulia di hadapan Allah Swt. ketimbang peminta-minta kendati mendapatkan untung material yang banyak.
Sufi besar Ẓun Nūn al-Miṣrī mengingatkan, burung yang memberi makan burung lain yang patah sayapnya, itu lebih baik dan lebih mulia ketimbang burung yang hanya menunggu uluran kasih burung lainnya.
Namun herannya, di zaman ini kebiasaan meminta-meminta dengan berbagai ragam gayanya justru menjadi “profesi” yang dinilai menguntungkan.
Ma`āsyiral muslimīn raḥimakumullāh,
Janganlah takut harta kita berkurang karena berbagi, karena Allah Swt. berjanji menggantinya. Ia berfirman:
“Dan apa saja yang engkau infakkan, maka Allah akan mengganti”. (Q.S. Saba`: 39).
Untuk itu, ajaran sosial zakat/sedekah sudah semestinya diamalkan dan menjadi aktivitas primadona atau bahkan gaya hidup kaum muslim, apalagi dalam kondisi ekonomi yang tidak mudah seperti saat ini.
Banyak orang di luaran sana yang membutuhkan uluran tangan kita: yang miskin, yang fakir, yang ḍuafā, yang gārimīn, yang sakit, yang tak mampu sekolah, yang jompo, dan sebagainya.
Harta yang di-taṣaruf-kan untuk hal-hal seperti ini sajalah yang akan mengiringi pemiliknya hingga ke surga kelak sebagai jāriyah.
Ini menunjukkan, ajaran Islam sarat nilai-nilai sosial. Saleh individual saja tak cukup, tanpa saleh sosial.
Inilah altruisme: ajaran yang mementingkan kepedulian pada pihak lain! Idealnya, dua karakter kesalehan baik individual maupun sosial itu berkelindan dalam jiwa yang satu.
Dan Rasūlullāh saw. mengajarkan, siapa memudahkan urusan saudaranya, maka Allah akan memudahkan urusannya, sebagaimana diriwayatkan Muslim (Ṣaḥīḥ Muslim: IV/2074) dan at-Tirmīżī (Sunan at-Tirmīżī: III/86), dari Abū Hurairah.
Ma`āsyiral muslimīn raḥimakumullāh,
Hanya kepada orang yang saleh sosial inilah diantaranya, kita boleh iri padanya. Dalam ḥadīṡ riwayat al-Ḥumaidī (Musnad al-Ḥumaidī: I/515), Aḥmad bin Ḥanbal (Musnad Aḥmad bin Ḥanbal: VIII/520) dan Ibn Ḥibbān (Ṣaḥīḥ Ibn Hibbān: I/332), Rasūlullāh saw. bersabda:
“Tidak ada keirian kecuali pada dua orang: orang yang dianugerahi kemampuan membaca (menghafal/memahami) Al-Qur‘ān oleh Allah dan ia selalu membacanya siang dan malam; dan orang yang dikaruniai harta kekayaan oleh Allah, lalu dia menginfakkannya siang dan malam.”
Ma`āsyiral muslimīn raḥimakumullāh,
Semoga kita mampu menjalankan nilai-nilai kesalehan sosial ini, sehingga kita menjadi pribadi yang saleh secara pribadi dan saleh secara sosial. Āmīn yā Rabbal `ālamīn.
Link PDF Teks Khutbah Jumat 13 Desember 2024
Untuk mengunduh teks khutbah di atas, Anda bisa klik tautan di bawah ini.
Link PDF Teks Khutbah Jumat 13 Desember 2024
Demikianlah paparan contoh teks khutbah Jumat 13 Desember 2024 lengkap dengan link (PDF) untuk mengunduhnya.
Baca Juga: Link PDF Teks Khutbah Jumat 6 Desember 2024: Masjid yang Ramah Anak
Baca artikel dan berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.