"Tanpa regulasi yang ketat, pengambilan pasir laut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, termasuk erosi pantai dan penurunan biodiversitas laut," tegasnya.
Capt. Hakeng menambahkan bahwa pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan komprehensif yang mencakup regulasi terkait aktivitas penambangan, pengawasan lingkungan, serta upaya rehabilitasi kawasan terdampak.
IUU Fishing: Ancaman Nyata bagi Kesejahteraan Maritim.
Selain itu, aktivitas penangkapan ikan ilegal atau illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU fishing) menjadi ancaman serius yang terus menggerogoti sumber daya laut Indonesia.
"IUU fishing bukan hanya mengancam keberlanjutan ekosistem laut kita, tetapi juga merugikan nelayan lokal yang bergantung pada hasil laut untuk kelangsungan hidup mereka. Sampai semester I tahun 2024 saja, tercatat menangkap lebih dari 100 kapal nelayan asing dengan total kerugian melebih 3 triliun rupiah" ujar Capt. Hakeng.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperkuat operasi pengawasan oleh KPLP, Polair, Satgas KKP, AL, Bakamla dan lembaga terkait lainnya. Selain itu, pendekatan diplomasi maritim juga harus diutamakan untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam memberantas praktik ini.
Tanggul Laut Raksasa: Harapan di Tengah Perubahan Iklim
Tahun 2024 juga menjadi momentum penting bagi pembangunan tanggul laut raksasa. Infrastruktur ini dirancang untuk melindungi kawasan pesisir, khususnya di Pulau Jawa, dari ancaman banjir akibat kenaikan permukaan laut.
"Dengan 40% lahan subur di Pulau Jawa yang terancam tenggelam, pembangunan tanggul laut raksasa menjadi langkah strategis yang perlu didorong percepatannya untuk menjamin keberlanjutan pertanian dan pemukiman di kawasan tersebut," jelas Capt. Hakeng.
Ia mendukung penuh proyek ini, seraya mengingatkan bahwa proses pembangunan harus melibatkan partisipasi masyarakat dan memperhatikan dampak lingkungan.
Keselamatan Pelayaran: Pelajaran dari Insiden Global
Keselamatan pelayaran menjadi isu lain yang menonjol sepanjang tahun 2024. Sejumlah insiden tabrakan kapal dengan jembatan, seperti di Baltimore, Guangzhou, dan Kalimantan Timur, menunjukkan perlunya peningkatan regulasi dan pengawasan navigasi.
"Kejadian ini menjadi pengingat bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, operator kapal, dan masyarakat internasional," ujar Capt. Hakeng.
Ia mengusulkan agar pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan merumuskan kebijakan yang lebih ketat, termasuk pengaturan jarak aman dermaga dari jembatan dan pelatihan keselamatan bagi operator kapal.
Menatap 2025: Kebijakan Maritim yang Terintegrasi dan Berkelanjutan
Menyongsong tahun 2025, Capt. Hakeng menekankan pentingnya kebijakan maritim yang terintegrasi. Kebijakan ini harus mencakup penguatan kapasitas pertahanan laut, pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, dan kerja sama internasional yang lebih erat.
"Indonesia memiliki tanggung jawab besar sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Kebijakan yang terintegrasi akan memastikan bahwa laut kita tidak hanya menjadi sumber daya ekonomi, tetapi juga simbol kedaulatan dan harapan bangsa," tegasnya.
Ia juga mencatat bahwa ketegangan di Laut Cina Selatan akan tetap menjadi tantangan di tahun mendatang. Indonesia harus terus mempertahankan kedaulatannya di Laut Natuna Utara melalui diplomasi aktif dan penguatan patroli maritim.
"Dengan memanfaatkan potensi laut secara strategis, menjaga keberlanjutan ekosistem, dan mempererat kerja sama internasional, Indonesia dapat memperkuat posisinya di sektor maritim global," pungkasnya.