Sonora.ID - Di tengah derasnya arus teknologi dan kompetisi global, pertanyaan mendasar tetap terngiang: Apa sejatinya tujuan hidup kita? Di luar pencapaian materi dan karier, kita semua mendambakan kebahagiaan mendalam yang berasal dari dalam diri, sebuah kebahagiaan yang tumbuh dari kontribusi positif, pertumbuhan pribadi, dan makna sejati eksistensi kita.
Pendidikan memiliki peran sentral dalam membentuk manusia seutuhnya. Bukan sekadar tentang kecerdasan intelektual, melainkan pembangunan karakter yang utuh dan bermartabat. Nelson Mandela pernah berkata, "Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia". Perubahan itu bukan sekadar tentang pengetahuan, melainkan pembentukan pribadi yang berempati, bermakna, dan memiliki visi luhur.
Bayangkan sebuah taman dengan beragam bunga. Masing-masing memiliki keunikan, warna, dan bentuk berbeda, namun bersama-sama mereka menciptakan harmoni menakjubkan. Demikianlah manusia, berbeda secara individu, tetapi memiliki potensi untuk saling melengkapi, memahami, dan bersama-sama membangun masyarakat yang lebih baik dan bermartabat.
Martin Seligman, tokoh psikologi positif terkemuka, menegaskan bahwa "Optimisme adalah keterampilan terpenting untuk sukses dalam hidup". Optimisme bukan sekadar sikap positif, melainkan kemampuan fundamental yang dapat dipelajari, diasah, dan dikembangkan. Sama halnya kita belajar matematika atau bahasa asing, kita pun dapat melatih pikiran untuk melihat peluang di setiap tantangan, mengubah kesulitan menjadi kesempatan pertumbuhan.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Yogyakarta Sosialisasikan Kemudahan Layanan JKN bagi Penyandang Disabilitas
Lingkungan memainkan peran krusial dalam membentuk karakter. Anak-anak secara alamiah cenderung meniru figur yang mereka kagumi: orang tua, guru, atau tokoh inspiratif. Ketika mereka dikelilingi oleh kata-kata positif, dukungan konstruktif, dan teladan nyata, benih optimisme akan tumbuh subur. Sebaliknya, lingkungan yang penuh kritik destruktif dan pesimisme dapat mematikan semangat dan potensi mereka.
Tiga nilai universal menjadi fondasi pembentukan karakter remaja: kepedulian, kerendahan hati, dan optimisme. Kepedulian melahirkan cinta kasih, membangun koneksi emosional yang mendalam dan menyadarkan kita akan pentingnya empati. Kerendahan hati mendorong kesederhanaan, mengajarkan kita untuk senantiasa belajar, tumbuh, dan menghargai keberagaman. Sementara optimisme menumbuhkan pengharapan akan masa depan yang lebih cerah, memberikan energi dan keyakinan untuk terus berkembang.
Tugas kita sebagai pendidik, orang tua, dan anggota masyarakat adalah menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan karakter ini. Bukan dengan menggurui atau memberikan ceramah panjang, melainkan melalui inspirasi, keteladanan, dan ruang dialogis. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk tumbuh, belajar dari setiap tantangan, dan secara bertahap mengembangkan potensi terbaik mereka.
Dalam perjalanan membentuk karakter, tidak ada titik akhir yang final. Ini adalah proses berkelanjutan, di mana setiap momen menjadi kesempatan untuk belajar, bertransformasi, dan memberikan yang terbaik bagi diri sendiri serta lingkungan. Cinta kasih, kesederhanaan, dan pengharapan merupakan kompas yang akan menuntun generasi muda menuju kebahagiaan sejati: kebahagiaan yang berakar pada makna, kontribusi, dan pertumbuhan berkelanjutan.
Sudahkah kita memulai langkah positif ini hari ini?
Baca Juga: Perkuat Yogya Sebagai Kota Budaya Sastra Melalui Pasar Buku