Ia bercerita bagaimana proses membuat tanjak. Untuk membuat sebuah tanjak, Suherman membutuhkan waktu kisaran satu hingga setengah jam, tergantung pada tingkat kerumitan dan jenis bahan yang digunakan. Untuk harga tanjak yang ia produksi bervariasi.
“Mulai dari Rp60 ribu hingga ada yang mencapai lebih dari Rp1 juta, tergantung pada bahan dan desainnya,” ucap pemilik usaha Kampung Tanjak yang beralamat di Jalan Selat Panjang Gang Amal 18 B Kelurahan Siantan Hulu Kecamatan Pontianak Utara.
Dalam menjalankan usahanya, Suherman dibantu oleh dua orang karyawan. Ia juga aktif memasarkan produknya melalui media sosial dan pameran-pameran yang digelar oleh pemerintah maupun swasta.
“Alhamdulillah, pemasaran kami terbantu dengan adanya pameran seperti ini. Selain itu, media sosial juga sangat membantu menjangkau pembeli dari berbagai kalangan,” imbuhnya.
Selaku pengrajin binaan Dekranasda Kota Pontianak, Suherman juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota Pontianak berupa pelatihan, fasilitas pameran hingga bantuan mesin jahit untuk meningkatkan produktivitas usahanya. Bantuan berupa mesin jahit juga diperolehnya dari beberapa BUMN.
“Alhamdulillah untuk pemasaran tanjak-tanjak produksi saya tidak kesulitan, pesanan tak pernah putus, hampir setiap hari ada terus,” sebutnya.
Kampung Tanjak milik Suherman kini menjadi salah satu pelopor dalam melestarikan budaya Melayu melalui kerajinan tanjak. Suherman berharap usahanya dapat terus berkembang dan semakin dikenal di pasar global.
“Saya juga terus berinovasi dengan mengkreasikan desain tanjak untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar,” pungkasnya.
Tak hanya tanjak, Kampung Tanjak juga memproduksi Kain Sampin untuk pelengkap pakaian adat Melayu, tempat tisu berbahan kain corak insang dan songket, miniatur tanjak sebagai cenderamata dan sebagainya.
“Selain itu, kami juga memberikan pelatihan kerajinan tanjak dan busana Melayu,” pungkasnya.
Baca Juga: Cerita Pengalaman Pejuang Kanker di HKS 2025