Surabaya, Sonora.ID- Bulan ramadhan dapat dimaknai secara komprehensif. Selain menjadi momentum ibadah bagi umat Islam, juga dapat menjadi bagian integral sebagai upaya penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik di sekolah.
Pendidikan karakter merupakan bagian esensial dalam proses pendidikan yang erat korelasinya dengan amanat Pasal 3 Undang-Undang Sisdiknas yang menyatakan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mewujudkan watak atau karakter juga peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa secara holistik. Pendidikan karakter merupakan gerakan bersama untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang ramah secara moral.
Dalam konteks ini, pendidikan karakter bukanlah sekadar sebuah kegiatan dan program pendidikan yang tujuan utamanya menumbuhkan individu sebagai pribadi bermoral, dewasa, dan bertanggung jawab, melainkan juga sebuah usaha untuk membangun lingkungan dan ekosistem pendidikan yang mampu mengelaborasikan kultur sekolah sebagai komunitas moral dalam memantik semangat individu sebagai pembelajar.
Ajeng Wira Wati, S. Sos., M. PSDM Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya mengatakan, pembelajaran moral berbasis agama selama bulan Ramadhan seperti yang sudah dilaksanakan di Sekolah maupun di rumah saat libur panjang, masih dinilai efektif sebagai upaya optimalisasi pembentukan karakter pada siswa dan menekan angka kenakalan remaja di Surabaya.
“Alhamdulillah dengan adanya SK bersama antara Kementrian Pendidikan dan Kemenag diawal ramadhan kemarin, sekolah dan wali murid jadi punya panduan apa yang harus dilakukan sebagai bentuk pendampingan kepada para siswa selama libur puasa. Dan Saya rasa keberadaan pola pendidikan sperti ini masih efektif untuk pembentukan karakter anak dan mengatasi kenakalan remaja di Surabaya. Namun memang tantangannya adalah bagaimana caranya siswa ini tidak cepat bosan dengan kegiatan pesantren romadhon sekolah dan tarawih berjamaah di rumah yang begitu – begitu saja. Artinya Sekolah harus memfasilitasi kurikulum ajar selama ramadhan ini lebih menyenangkan walaupun durasi jam belajarnya pendek karena puasa. Misal harus di perbanyak aneka lomba atau kegiatan berbasis religi yang mengasah kreatifitas siswa.”
Baca Juga: Metode ERACS : Pemulihan Cepat dan Nyaman Pasca Melahirkan
Inovasi pembelajaran moralitas berbasis agama yang saat ini dilaksanakan oleh Kementrian terkait menurut Ajeng sudah tepat untuk dilaksanakan sebagai pelengkap 11 bulan lainnya di luar ramadhan. Terlebih peran wali murid dan masyarakat sebagai support system yang juga mewadahi pembelajaran moral dan karakter beragama siswa yang dilakukan secara mandiri di luar Sekolah.
“Di Ramadhan ini kan semua orang muslim ibadah. Budaya kolektif ini yang makin memudahkan bentuk pengawasan pada anak dan siswa selama belajar mandiri di rumah saat libur puasa. Kalo buku laporan kegiatan siswa bisa saja dimanipulasi dengan tanda tangan palsu oleh siswa yang bersangkutan. Bilangnya ikut sholat tarawih kenyataanya berangkat ke Musholla atau Masjid tapi malah ngabuburit dan maen petasan. Tapi kan lingkungan bisa memberikan sanksi sosial berupa rasa malu karena tidak ikut ibadah malah mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat. Nah, kalau di luar romadhon orang – orang pada cuek enggak negor ke anak dan siswa yang nakal kayak gini. Jadi support system secara sosial memang sangat mendukung kefektifan program belajar mandiri berbasis moral ini, baik dari tingkat PAUD sampai SMA atau sederajat.“
Terkait dengan keberhasilan sinergi program pendidikan berbasis moral keagamaan di Sekolah dan Keluarga yang sudah dilaksanakan selama Ramadhan ini berdampak pada upaya penurunan tingkat kenakalan siswa dan remaja di Kota Pahlawan, Ajeng mengatakan Dinas terkait dan Pemkot dapat melakukan studi komparasi jumlah kenakalan remaja di Surabaya, apakah terjadi penurunan atau tidak setelah dilaksanakannya program pembelajaran moral tersebut.
“Caranya gampang toh, logikanya tinggal dibandingkan saja setelah ramadhan ada peningkatan jumlah kasus kenakalan remaja atau siswa di Surabaya ngak ? Termasuk kenakalan berbalut Budaya Perang Sarung yang sudah dianggap biasa selalu ada di Surabaya setiap Ramadhan. Kalau ada segera di evaluasi apa yang kurang efektif ! Apakah sinergi program Rumah Sinau yang ada di setiap RW sudah maksimal belum dihubungkan dengan kurikulum ramadhan dari sekolah ? Atau jangan – jangan karena model pembelajarannya yang kurang kreatif dan inovasi.”
Diakhir perbincangan Politikus dari Partai Gerindra ini menekankan bahwa pembelajaran moral berbasis kegiatan keagamaan pada siswa di Surabaya tetap harus dilaksanakan walaupun Ramadhan usai. Mengingat efektifitasnya diyakini dapat menurunkan angka kenakalan remaja di Kota Surabaya.
“Biar guru semangat menciptakan kreatifitas pembelajaran moral di luar ramadhan nanti, harus ada SOP yang jelas sehingga dapat diberlakukan reward dan punishmen. Apresiasi guru yang kreatif. Gak bisa diambil rata, karena kenyataannya dilapangan ada guru yang asal kasih tugas keagamaan di rumah, ada tandatangan ustadz di buku laporan sudah selesai. Ini kan sama siswa masih bisa dimanipulatif. Siswa itu akan manut sama tugas sekolah jika tugas tersebut menyenangkan bagi mereka dan ada manfaat yang langsung siswa rasakan dari kegitan tersebut. Jadi kegiatan semacam ini harus tetap ada di luar ramadhan nanti kalau sudah usai puasa. Kalau perlu masukkan kedalam ekskul atau kurikulum Sekolah “ pungkasnya.
Penulis: Andre Komarudin
Baca Juga: Lanud Muljono Wujudkan Semangat TNI AU AMPUH, Fasilitasi Ribuan Guru Qiraati dalam MMQ ke-10