Sonora.ID - Angka pelecehan seksual di Indonesia terus mengalami kenaikan dengan variasi kasus. Pelecehan seksual tak melulu tentang anak dan perempuan, seorang laki-laki pun dapat mengalami pelecehan seksual.
Anehnya sebagian dari masyarakat malah menyalahkan korban dengan dalih membuat malu keluarga atau memandang korban telah kotor. Sikap yang seperti ini adalah suatu kesalahan yang besar.
Baca Juga: Hati-Hati Pelecehan Seksual pada Anak, Perhatikan Orang-Orang Terdekat
Bahkan ada beberapa kasus yang justru menyalahkan korban dan menyudutkan korban. Beberapa kasus pelecehan seksual di Indonesia sempat ramai diperbincangkan saat sang korban berani berbicara dan membawa ke ranah hukum.
Alih-alih mendapatkan bantuan dan dukungan, sang korban justru mendapatkan cibiran bahkan hingga terancam dikeluarkan dari universitas tempat dia menuntut ilmu.
Lantas bagaimana kasus pelecehan seksual di Indonesia dapat mengalami penurunan atau bahkan berharap dapat ditekan oleh pemerintah jika stigma yang diberikan dari warga masyarakatnya justru lebih menyudutkan korban?
Baca Juga: Hati-Hati Pelecehan Seksual pada Anak, Perhatikan Orang-Orang Terdekat
Data dari Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menyebutkan bahwa perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah masih cukup tinggi dilaporkan pada tahun 2018, mencapai 1071 kasus dalam 1 tahun. Pelaku tertinggi incest adalah ayah kandung dan paman.
Bentuk dari kekerasan seksual atau pelecehan seksual pada pacara beragam salah satu temuan yang sering dilaporkan adalah malicious distribution.
Penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban (malicious distribution) merupakan kekerasan berbasis cyber yang dominan terjadi pada tahun 2018.
Baca Juga: Terasa Nyeri Saat Berhubungan Seks? Berikut Penyebab dan Solusinya
Sebuah survei yang dilakukan Lentera Sinar Indonesia secara daring (online) dalam laman petisi change.org menyebutkan, dari 25.213 responden yang disurvei secara online, sekitar 6,5 persen atau 1.636 orang mengatakan mereka pernah diperkosa dan dari jumlah itu, 93 persen mengatakan mereka tidak melaporkan kejahatan tersebut, karena takut dengan akibat yang akan diterimanya.
Survei di atas menunjukan bahwa masih banyak korban yang takut untuk berbicara, karena adanya stigma negatif tentang penyintas pelecehan seksual.
Korban pelecehan seharusnya mendapatkan dukungan publik, sehingga mereka berani membela diri dan dapat kembali bergaul ke lingkungan publik.
Baca Juga: Saya Wanita dengan Hipertiroid, Apakah Benar Menyebabkan Kemandulan?
Pemberian perhatian dapat dimulai dari lingkup terdekat, seperti orang tua. Orang tua harus mampu mengendalikan emosi saat seorang anak mengalami masalah.
“Sering kali orang tua yang mau diajak cerita adalah orang tua yang judge mental, itu sebabnya anaknya merasa takut untuk cerita. Maka tentu orang tua harus terlebih dulu memperbaiki sikapnya," tutur seorang psikolog dan seksiolog Baby Jim Adytia
Hal yang harus dilakukan orang tua adalah merangkul penyitas pelecehan seksual dan membangkitkan kepercayaan diri anak dengan tetap mendukung dan selalu berada di sisinya dalam menghadapi lingkungan luar.
Baca Juga: Ini Chord/Kunci Gitar dan Lirik Lagu ‘Circles’ Milik Post Malone