Sonora.ID - Belakangan ini ramai gaya hidup masyarakat yang beralih ke sedotan berbahan stainless, bambu atau kaca. Lantaran penggunaan sedotan plastik diyakini bisa menambah tumpukan sampah plastik di laut.
Baru-baru ini, dampak penggunaan bahan non plastik sebagai bahan sedotan kembali dibicarakan setelah muncul postingan twitter @bene_dion yang membagikan tangkapan layar dari postingan akun Instagram @clayperon.ugm.
Baca Juga: Seorang Pengembala Temukan Harta Karun ISIS, Nilainya Rp 361 Miliar
Dalam postingan akun Clayperon UGM, disebutkan bahwa sedotan besi sebagai salah satu alternatif bahan sedotan ramah lingkungan dinilai boros energi dan menyumbang emisi CO2 terbesar.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk grafik tersebut berasal dari ENGR308 Technology and Environment and Humbolt State University, HSU Straw Analysis.
Melansir dari HSU Straw Analysis, penelitian dilakukan pada sedotan berbahan plastik, besi, kaca, kertas, dan bambu. Analisis membandingkan tiga metrik, yaitu emisi karbon dioksida, energi yang melekat, dan biaya.
Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa material yang digunakan, diangkut, dan dibuang dari penggunaan satu sedotan plastik membutuhkan 23,7 kJ energi dan 1,46 gram emisi karbon dioksida. Sebagai perbandingan, satu sedotan besi dalam pembuatannya menggunakan 2420 kJ energi dan melepaskan 217 gram karbon dioksida.
Sementara, satu sedotan kaca menggunakan 1074 kJ energi dan melepaskan emisi karbon dioksida sebesar 65,2 gram. Satu sedotan kertas menggunakan 16 kJ energi dan emisi karbon dioksida sebesar 1,38 gram. Sedangkan sebuah sedotan bambu menghabiskan 756 kJ dan melepaskan karbon dioksida sebesar 38,8 gram.
Baca Juga: Mau Di-follback Susi Pudjiastuti? Berikut Syarat Sederhananya
Untuk mengurangi energi yang melekat tersebut dan emisi karbon dioksida yang ada di dalam sebuah sedotan besi, sedotan kaca, dan sedotan bambu, sedotan tersebut harus digunakan secara berulang-ulang.
Untuk sedotan besi, harus digunakan kembali sebanyak 102 kali (untuk parameter energi) dan 149 kali (untuk parameter emisi karbon dioksida).
Sedangkan untuk sedotan kaca, harus digunakan kembali sebanyak 45 kali (untuk parameter energi) dan 45 kali (untuk parameter emisi karbon dioksida). Pada sedotan bambu, harus digunakan kembali sebanyak 32 kali (untuk parameter energi) dan 27 kali (untuk parameter emisi karbon dioksida).
Namun, penelitian tersebut menunjukkan bahwa plastik memiliki energi paling kecil dalam proses pembuatan dan emisi karbon dioksida. Akan tetapi besarnya dampak negatif pada lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaannya yang sekali pakai tetap harus dicari alternatifnya.
Baca Juga: Setelah Gempa, Gunung Anak Krakatau Erupsi Memasuki Status Waspada
Setelah plastik, sedotan kertas juga dibuat dengan energi dan emisi karbon dioksida yang kecil. Sedangkan untuk bahan-bahan yang dapat digunakan kembali, energi yang dibutuhkan dan emisi karbon dioksida paling kecil ada pada bahan bambu.
Pada dasarnya, semakin sering digunakan, sedotan-sedotan non plastik memiliki dampak yang semakin besar.