Sonora.ID - Mendidik dan membesarkan anak adalah sebuah tantangan tersendiri bagi setiap orang tua. Tantangan ini akan semakin bertambah ketika anak juga semakin bertumbuh.
Salah satu fase yang biasanya menjadi tantangan terbesar adalah saat anak memasuki tahap atau usia remaja.
Mengapa demikian? Karena pada fase ini anak mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun psikilogi.
Beberapa teori pun muncul di kalangan orang tua, salah satunya adalah teori yang menyatakan bahwa remaja pria biasanya ‘dare to be dare’ atau berani untuk bersikap berani.
Baca Juga: Peran Orang Tua dalam Menghadapi Perubahan Fisik pada Remaja
Seorang Pendidik, Anastasia, menjelaskan bahwa berdasarkan survei, alasan terbesar seorang remaja pria berlaku seperti itu adalah karena persepsi yang terbangun di masyarakat bahwa remaja pria harus macho dan berani.
“Ini ada yang bilang, karena hal tersebut macho dan tidak mau dikatakan feminin,” sambung Anastasia.
Pihaknya menjelaskan bahwa pada laki-laki mulai usia 4 tahun, hormon testosteronnya sudah mengalami peningkatan bahkan setara dengan usia 12 tahun.
Baca Juga: Penting! Anak Usia 1 – 8 Tahun Tidak Disarankan Memegang Smartphone
Akibatnya laki-laki dengan kondisi seperti ini membutuhkan sesuatu yang menantang, serta yang berbeda dari pada yang lain.
Hal tersebut dicari oleh remaja pria untuk mendapatkan perhatian atau sorotan khusus dari kelompoknya.
“Artinya kalau cuma gitu-gitu aja gue enggak dilihat, kalau gue beda, gue lain, gue bisa melakukan sesuatu yang enggak biasa nah itu baru namanya keren,” tambah Anastasia.
Berdasarkan survei yang sama, remaja pria mengakui bahwa ‘dare to be dare’ itu dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungannya dan agar dianggap keren.
Baca Juga: Penonton 'Joker' Berhamburan Saat Dengar Pria Teriakan 'Allahu Akbar'
Keren dan pengakuan yang dimaksud bisa saja bernada positif, namun ada juga yang negatif. Hal tersebut sangat berhubungan erat dengan lingkungan pertemanan.
“Di usia remaja ini kan mereka bilang usia labil ya, jadi ya bagaimana kelompoknya. Karena ada hal-hal menantang yang positif, tapi ada juga yang negatif seperti tawuran. Lebih ke ‘kalau saya enggak ikut nanti saya tidak diakui atau tidak diterima’,” jelas Anastasia.
Menghadapi kondisi ini, pihaknya menyarankan adanya peran orang tua untuk terus menanamkan pikiran yang kritis kepada sang anak sedini mungkin.
Karena bermodal pikiran yang kritis, anak pada usia remaja akan lebih memilih pengakuan dalam hal yang positif.
Baca Juga: Wanita Lebih Sulit Berhenti Merokok Dibanding Laki-Laki, Kenapa?