Sonora.ID - Menteri BUMN Erick Thohir mengimbau pejabat PT Garuda Indonesia (persero) yang bersangkutan dengan kasus onderdil Harley Davidson untuk mengundurkan diri.
Garuda kini sedang menghadapi sorotan publik. Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menemukan barang selundupan berupa suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton di pesawat baru, Airbus A330-900 neo pada 17 November 2019.
Saat itu, pihaknya menemukan 18 kotak bawaan penumpang.
Dari 18 kotak tersebut, 15 di antaranya berisi suku cadang motor Harley Davidson bekas dalam kondisi terurai. Sementara itu, tiga kotak lainnya berisi sepeda Brompton.
Baca Juga: Terkuak! Inilah Alasan Erick Thohir Tunjuk Ahok Jadi Komut Pertamina
Berdasarkan data manifest, jumlah penumpang pesawat saat mendarat sebanyak 32 orang. Penumpang tersebut terdiri dari 10 orang kru pesawat dan 22 penumpang.
Pesawat Garuda tersebut terbang dari Delivery Center Airbus di Toulouse, Prancis, menuju ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Indonesia.
Barang ilegal tersebut disebut sebagai milik petinggi Garuda Indonesia. Bahkan ada rumor bila pemilik suku cadang Harley itu adalah milik Direktur Utama Garuda, I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara. Namun rumor tersebut dibantah oleh Garuda Indonesia.
Baca Juga: Sebulan Menjabat, Erick Thohir Sibuk Bongkar Pasang Jabatan Deputi BUMN
Terkait hal ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengimbau pejabat PT Garuda Indonesia (persero) yang bersangkutan untuk mengundurkan diri.
Ia memberi tenggat waktu pejabat tersebut mengundurkan diri paling lama hari ini.
"Sesegera mungkin (mengundurkan diri). Kalau bisa ya hari ini," ujar Erick di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (5/12).
Baca Juga: Garuda Indonesia Cerai dengan Sriwajaya Air, Penerbangan Banyak Dibatalkan
Imbauan pengunduran diri kepada pejabat PT Garuda Indonesia tersebut berdasarkan banyaknya bukti yang diterimanya. Dan ia juga mengaku tengah menunggu hasil penyelidikan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu yang akan diumumkan hari ini.
Selanjutnya, Erick mengatakan pejabat tersebut harus berani bertanggung jawab atas perbuatannya ketimbang nantinya dipecat.
"Seorang pemimpin itu harus punya posisi yang jelas. Tidak bisa mohon maaf, kalau salah justru mengorbankan orang lain. Kalau salah ya ngaku salah. Itu bagian dari kepemimpinan," ujar Erick.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Dinobatkan Sebagai Asian of the Year 2019