Sonora.ID – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengimbau para nelayan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk tidak melaut di perairan Sabah, Malaysia untuk menghindari penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf.
Hal ini disampaikan oleh Kemenlu ketika menanggapi peristiwa penculikan beruntun oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan itu.
"Untuk mencegah terulangnya kasus penculikan, pemerintah RI melalui Perwakilan RI di Kota Kinabalu dan Tawau mengimbau awak kapal WNI untuk tidak melaut karena situasi keamanan di perairan Sabah yang belum terjamin," demikian siaran pers Kemenlu, Selasa (21/1/2020) seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Kelompok Militan Abu Sayyaf Kembali Menculik 5 WNI di Malaysia
Selain itu, Kemenlu juga meminta kepada calon pekerja migran Indonesia untuk berangkat ke luar negeri sesuai dengan prosedur dan saat ini tidak perlu berangkat bekerja sebagai awak kapal yang beroperasi di wilayah perairan Sabah.
"Pemerintah RI sangat menyesalkan berulangnya kasus penculikan awak kapal WNI di kapal ikan Malaysia di wilayah perairan Sabah," demikian tulis siaran pers Kemenlu.
Kemenlu sebelumnya memastikan, kelompok Abu Sayyaf adalah pelaku penculikan lima WNI di perairan Sabah, Malaysia, Kamis (16/1/2020) lalu.
Baca Juga: Menteri Pendidikan Malaysia Mundur karena Kebijakannya Kontroversial
Adapun kelima orang WNI yang masih hilang yakni Arsyad bin Dahlan (42) selaku juragan, Arizal Kastamiran (29), La Baa (32), Riswanto bin Hayono (27) dan Edi bin Lawalopo (53).
Belakangan diketahui, berdasarkan informasi dari keluarga, seorang WNI yang masih berusia 11 tahun, Mohamad Khairuddin, juga ikut menjadi korban penculikan.
Baca Juga: Menko Luhut: Jepang dan Amerika Serikat 'Lirik' Perairan Natuna
Saat kejadian, ia sedang ikut mencari ikan bersama pamannya Arsyad bin Dahlan. Sebelumnya, tiga orang WNI diculik ketika tengah mencari ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia, pada September 2019.
Ketiganya adalah Maharudin Lunani (48) dan anaknya, Muhammad Farhan (27), serta kru kapal Samiun Maneu (27).
Mereka berasal dari Baubau dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Namun kini mereka telah dibebaskan.
Baca Juga: Klaim China Atas Natuna yang Didasari Nine Dash Line Tidak Sah Menurut PBB