Sonora.ID - Salah satu bank tersebsar di dunia, HSBC dikabarkan akan melakukan perombakan bisnis secara besar-besaran.
Perombakan yang dilakukan HSBC termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 35 ribu karyawannya. Angka PHK sebesar itu ditempuh HSBC dalam tiga tahun ke depan.
Dirangkum dari berbagai sumber, langkah PHK tersebut terpaksa dilakukan karena laba perusahaan yang anjlok hingga 33 persen pada 2019 lalu.
Merosotnya laba perusahaan disebabkan oleh penurunan suku bunga, pemberian pinjaman yang tak menguntungkan, demo berkelanjutan di Hong Kong dan penyebaran virus corona yang terjadi di Wuhan, China.
Baca Juga: Di Balik Kemajuan Teknologi, Ada Ribuan Karyawan Jadi Korban PHK
Kini, sebanyak 15 persen dari 35 ribu karyawan telah di-PHK HSBC.
Sebelumnya, HSBC juga memangkas 4.700 pekerjaannya yang sebagian besar merupakan pekerja senior.
Tak hanya PHK, HSBC juga dilaporkan akan memotong aset mereka sebesar USD 100 miliar pada akhir 2022 mendatang.
Mereka berharap keputusan tersebut dapat menutupi kerugian perusahaan hingga USD 4,5 mmiliar.
Rencana perombakan bisnis global juga termasuk mengurangi cabang perusahaan mereka, terutama di negara-negara yang tidak memberikan keuntungan, antara lain, Eropa dan AS.
Diketahui, laba sebelum pajak HSBC di AS turun dari USD 20 miliar pada 2018 menjadi USD 13,3 miliar pada 2019. Akibat kerugian tersebut, HSBC mengatakan akan menutup sepertiga cabangnya di AS.
"Sekitar 30 persen dari modal kami saat ini dialokasikan untuk bisnis yang memberikan laba di bawah biaya ekuitas mereka, sebagian besar di perbankan dan pasar global di Eropa dan AS," kata CEO sementara HSBC Noel Quinn, Selasa (18/2/2020).
Baca Juga: Ashraf Sinclair Dimakamkan di San Diego Hills, Segini Tarif Biayanya
Kemudian, perusahaan akan lebih fokus pada pasar perbankan di negara-negara berkembang yang ada di Asia dan Timur Tengah. Quinn mengungkapkan pemberian pinjaman yang menguntungkan sebagian besar berasal dari Asia.
"Karena itu kami merombak rencana bisnis demi meningkatkan biaya ekuitas, menciptakan kapasitas untuk investasi di masa depan, dan membangun platform untuk pertumbuhan berkelanjutan," ungkap Quinn.