Sonora.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga akhir-akhir ini menjadi isu yang sering dibicarakan dan menuai kontroversi publik.
Dilansir dari Kompas.com, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PAN sekaligus pengusul RUU Ketahanan Keluarga Ali Taher Parasong angkat bicara soal pasal 85 dan 86 pada RUU tersebut.
Pada pasal 85 dan 86 dalam RUU Ketahanan Keluarga ini mengatur mengenai pelarangan perbuatan Bondage and Discipline, Sadism and Masochism (BDSM) dalam hubungan seksual pasangan suami istri.
Baca Juga: Rilis RUU Ketahanan Keluarga: Pelaku BDSM Wajib Direhabilitasi?
Ali menuturkan, hal tersebut sudah semestinya diatur demi mencegah terjadinya kekerasan atau kekejaman di dalam rumah tangga.
"Ya diatur. Kalau enggak diatur, jangan sampai kekejaman terjadi dalam rumah tangga. Itu yang paling penting," kata Ali saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Ia melanajutkan, dalam konteks lembaga keluarga, hubungan seksual semestinya menjadi wujud kebahagiaan pasangan suami istri di samping sebagai sarana reproduksi.
Baca Juga: Empat Jenis Penyimpangan Seksual Menurut RUU Ketahanan Keluarga
Menurut Ali, hal itu juga dianggap sebagai esensi dalam perkawinan.
"Seks itu kan persoalan cinta, persoalan kasih sayang. Di antara itu digunakan dalam konteks reproduksi bagi keluarga yang masih muda atau digunakan sebagi kebahagiaan bersama antara kedua belah pihak. Itulah tujuan esensi utama dari perkawinan," ujar Ali.
Ali menuturkan, sekalipun aktivitas BDSM tersebut didasari oleh kesepakatan dan tidak ada paksaan, tetap saja aktivitas tersebut memiliki unsur kekerasan dan bahkan dapat melukai pasangan.
"Kesepakatan dalam konteks privat seperti itu, kesepakatan dalam mencintai menyayangi. Akibat sebaliknya, tidak boleh ada penganiayaan dong. Ini yang mau kita tuju," ujar dia.
"Perlu ada negara hadir. Ada orang sampai dibunuh itu kan gimana? Undang-undang belum mengatur sejauh itu. Apalagi KUHP yang baru belum terbit," lanjut Ali.
Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Tuai Kritik, Wakil Ketua MPR RI: Masih Bersifat Usulan
Bunyi RUU Ketahanan Keluarga tentang BDSM
BDSM merupakan aktivitas seksual yang merujuk pada praktik perbudakan fisik, sadisme dan masokhisme yang dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak
Pada penjelasan Pasal 85 ayat 1 disebutkan bahwa:
"aktivitas seks sadisme dan masokhisme merupakan penyimpangan seksual".
Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Turut Mengatur Kamar Orang Tua dan Anak
Kemudian, Pasal 86 RUU Ketahanan Keluarga, menyatakan:
"keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan".