Sonora.ID – Baru-baru ini, Pemerintah telah mengeluarkan rencana pelarangan praktik BDSM dalam kegiatan seksual melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga.
Kendati kegiatan BDSM dikenal dengan aksi sadistik dan tidak lazim, BDSM sebenarnya berbeda dengan tindak kekerasan seksual.
BDSM merupakan beragam kegiatan seksual yang melibatkan praktik bondage and discipline (perbudakan dan disiplin), dominance and submission (dominansi dan penyerahan diri), atau sadism and masochism (sadisme dan masokisme). Seluruh kegiatan tersebut bertujuan untuk memperoleh kepuasan berhubungan intim.
Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Melarang BDSM, Begini Penjelasan Pengusul
Seringkali BDSM digambarkan secara keliru dalam sebuah film sehingga kegiatan BDSM sering disalahartikan sebagai bentuk penyimpangan seksual.
Perbedaan BDSM dengan kekerasan seksual
Melansir dari laman National Domestic Violence Hotline, berikut perbedaannya:
Persetujuan kedua belah pihak
Persetujuan menjadi penting dalam praktik BDSM. Baik bagi sang dominan maupun submisif, keduanya perlu memberikan persetujuan jelas dalam keadaan sadar sebelum melakukan kegiatan seksual apa pun.
Baca Juga: Rilis RUU Ketahanan Keluarga: Pelaku BDSM Wajib Direhabilitasi?
Seperti jenis hubungan lainnya, BDSM juga tidak luput dari risiko. Kegiatan ini bisa saja menyebabkan kecelakaan, cedera, serta dampak psikologis seperti sakit hati dan stres setelah berhubungan intim. Persetujuan adalah unsur yang penting untuk mencegah berbagai efek tersebut.
Kekerasan seksual berbeda dengan BDSM karena tidak dilakukan dengan persetujuan dan hanya bertujuan untuk keuntungan pelaku. Tidak ada peran dominan ataupun submisif, justru yang ada hanyalah pihak pelaku dan korban.