Mengingat tingginya risiko penularan penyakit melalui darah pendonor yang dapat kapan saja menginfeksi petugas jika tidak menggunakan masker dan sarung tangan.
Sebut saja HIV-AIDS dan Hepatitis B yang salah satu cara penularannya melalui darah penderita. Bukan tidak mungkin, jika petugas tidak menggunakan sarung tangan standar medis, maka darah pendonor yang terkontaminasi penyakit dapat masuk ke pori-pori yang bersangkutan.
“Dalam sehari kita memerlukan 150 lembar masker untuk 3 shift petugas, dan untuk handscoon itu 2-3 hari untuk 1 kotak isi 100 pasang,” jelasnya lagi.
Baca Juga: Jadi PDP Covid-19 Dokter Gigi di Banjarmasin, Kalsel Meninggal Dunia
Tentunya hal ini menjadi masalah, karena keberadaan dua benda itu sangat sulit. Jika adapun, maka harganya sudah tidak lagi murah atau sesuai standar penjualan sebelum virus Corona merebak.
Untuk anggaran tentu tidak masalah. Namun seperti halnya sulitnya mencari penjual atau distributor baju hazmat yang digunakan petugas medis di rumah sakit rujukan CoVID-19, saat ini untuk mencari penjual resmi masker medis dan handscoon pun juga sulit.
Kekosongan karena adanya aksi borong oleh masyarakat dan oknum penimbun menjadi salah satu penyebab langkanya APD yang akhirnya menyulitkan para petugas medis yang harus melaksanakan tugasnya, termasuk di PMI Kota Banjarmasin.
Baca Juga: Usulan Lockdown Ditolak LLAJ, Pemkot Banjarmasin Lobi Pemerintah Pusat