Kolak di bulan Ruwah, berbeda dengan kolak di bulan Ramadhan. Kolak di bulan ini, tetap terdiri dari ubi, pisang, dan kolang – kaling, namun dengan kuah santan kental dan gula Jawa yang hampir habis atau ‘asat’.
Nama kolak diyakini berasal dari kata ‘khaliq’ dalam bahasa Arab yang artinya ‘Sang Pencipta’. Ini mengandung doa, orang yang menyantapnya akan selalu berpengharapan dan teringat kepada Tuhan Sang Pencipta.
Baca Juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Sejumlah Wilayah di Yogyakarta Rutin Semprot Disinfektan
Kemudian nama apem dipercaya berasal dari kata ‘afwan’ yang berarti ampunan, juga dari bahasa Arab. Apem yang bulat pipih, bermakna permohonan ampun kepada Tuhan, sekaligus kemurahan hati mengampuni kesalahan orang lain.
Sedangkan ketan, sebenarnya memiliki banyak makna. Antara lain ‘kraketan’ atau merekatkan, dalam hal ini merekatkan persaudaraan. Makna yang lain adalah ‘kemutan’ yang berarti teringat. Ini dimaksudkan agar orang teringat kepada dosa-dosanya, dan berusaha memperbaiki diri.
Baca Juga: Warga & Muspika Baciro Yogyakarta Sambut Para 'Pejuang Kemanusiaan' di Asrama Diklat Depdagri
Terdampak pandemi Covid 19, banyak keluarga yang memilih tak melakukan ‘nyekar’ atau ziarah makam, dalam rangkaian upacara tradisi Nyadran di tahun ini. Namun sebagian masyarakat etnis Jawa di Yogyakarta tetap membuat kolak, apem dan ketan.
Penganan ini kemudian dikirimkan kepada saudara dan kerabat. Antar keluarga saling berkirim, kemudian menyantapnya bersama-sama, meskipun berada di tempat yang berlainan.