Tradisi Nyadran di Yogya Saat Pandemi Covid-19, Tetap Berbagi Kolak, Apem dan Ketan, Meskipun Tak Nyekar

23 April 2020 13:30 WIB
Tradisi nyadran
Tradisi nyadran ( Tribun Jogja/Agung Ismiyanto)

Yogyakarta, Sonora.ID - Di Indonesia, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi beberapa wilayah untuk menekan penyebaran Covid-19.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hingga kini tidak diberlakukan PSBB. Meskipun demikan, Pemda DIY juga menyerukan untuk menjaga jarak aman antar orang, menggunakan masker saat bepergian keluar rumah, dan menghindari atau tidak membuat kerumunan orang.

Di lain sisi, sejak tangal 24 Maret 2020 lalu, masyarakat Yogya, khususnya etnis Jawa, menyambut bulan Ruwah, yaitu satu bulan sebelum memasuki bulan Puasa. Pada bulan Ruwah, biasanya masyarakat melaksanakan upacara tradisi Nyadran.

Baca Juga: Wow, Indonesia Bakal Punya Taksi Terbang Pertama & Karya Orang Jogja

Dalam upacara tradisi Nyadran ini, masyarakat bersama-sama membersihkan makam leluhur kemudian menaburkan bunga tabur di atas makam, atau nyekar.

Selain itu, setiap keluarga juga mempersiapkan bekal makanan, yang nantinya akan didoakan dan dinikmati bersama seusai membersihkan makam.

Rangkaian santapan yang seolah wajib ada, adalah kolak, apem, ketan. Ketiganya memiliki arti filosofis yang sangat dalam terkait dengan upacara tradisi Nyadran.

Baca Juga: Bantu Masyarakat Rentan Lawan Covid-19, Srikandi DI Yogyakarta Gelar Bakti Sosial

Kolak di bulan Ruwah, berbeda dengan kolak di bulan Ramadhan. Kolak di bulan ini, tetap terdiri dari ubi, pisang, dan kolang – kaling, namun  dengan kuah santan kental dan gula Jawa yang hampir habis atau ‘asat’.

Nama kolak diyakini berasal dari kata ‘khaliq’ dalam bahasa Arab yang artinya ‘Sang Pencipta’. Ini mengandung doa, orang yang menyantapnya akan selalu berpengharapan dan teringat kepada Tuhan Sang Pencipta.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Sejumlah Wilayah di Yogyakarta Rutin Semprot Disinfektan

Kemudian nama apem dipercaya berasal dari kata ‘afwan’ yang berarti ampunan, juga dari bahasa Arab. Apem yang bulat pipih, bermakna permohonan ampun kepada Tuhan, sekaligus kemurahan hati mengampuni kesalahan orang lain.

Sedangkan ketan, sebenarnya memiliki banyak makna. Antara lain ‘kraketan’ atau merekatkan, dalam hal ini merekatkan persaudaraan. Makna yang lain adalah ‘kemutan’ yang berarti teringat. Ini dimaksudkan agar orang teringat kepada dosa-dosanya, dan berusaha memperbaiki diri.

Baca Juga: Warga & Muspika Baciro Yogyakarta Sambut Para 'Pejuang Kemanusiaan' di Asrama Diklat Depdagri

Terdampak pandemi Covid 19, banyak keluarga yang memilih tak melakukan ‘nyekar’ atau ziarah makam, dalam rangkaian upacara tradisi Nyadran di tahun ini. Namun sebagian masyarakat etnis Jawa di Yogyakarta tetap membuat kolak, apem dan ketan.

Penganan ini kemudian dikirimkan kepada saudara dan kerabat. Antar keluarga  saling berkirim, kemudian menyantapnya bersama-sama, meskipun berada di tempat yang berlainan.

 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm