"Ya ada juga hasilnya, tapi ngga signifikan. Hanya 2 persenan saja produk kita yang terjual atau kurang lebihnya sekirar 15 potong. Kalau dirupiahkan kurang dari 20juta. Mungkin cara ini kurang familiar ya bagi konsumen," ungkap Komar.
Komarudin menambahkan, dalam penjualan batik atau pameran batik secara langsung, umumnya konsumen lebih senang datang dan melihat langsung agar bisa meraba, melihat motif, warna serta keindahan batik dan tentunya banyak pilihan, ketimbang mereka melihatnya melalui sosial media.
Komarudin Kudiya yang juga sebagai Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APBBI) mengungkapkan, banyak cara dilakukan para pengrajin dan pengusaha batik di Indonesia untuk tetap bertahan. Biasanya pada masa Ramadhan dan Lebaran menjadi momen mereka untuk meraup keuntungan.
Baca Juga: Di Bandung Ada Robot Mengedukasi Warga Tentang Bahaya Covid-19