"Yang kedua adalah kebutuhan digital setelah covid 19 hadir. Kebiasaan offline berubah drastis menjadi serba online. Teknologi digital begitu maksimal dimanfaatkan, karena tidak ada jalan lain, teknologi ini dimanfaatkan untuk bertahan hidup," paparnya.
Maka dari itu, kebutuhan akan data, jaringan internet, bandwidth, dan kebutuhan digital lainnya harus lebih ditingkatkan karena bila berbicara tentang data, minimal 50% proses bisnis berpindah dari sistem offline ke platform online.
"Ketiga, menciptakan Iklim Bisnis yang 'menjual'. Poin yang terakhir ini berkaitan dengan perang dagang yang masih terjadi hingga hari ini. Di tengah krisis, kolaborasi antar perbisnis bahkan antarnegara akan semakin meningkat karena semua negara mengalami kondisi yang sama" ujarnya.
Baca Juga: Dampak Covid-19, Sektor Ekonomi UMKM Lumpuh, Ini Kata Pengamat
Saat ini menurut Yudo, secara umum Indonesia dan secara khusus pebisnis, harus mulai memikirkan bagaimana secara aktif mempromosikan dan tentunya membentuk iklim bisnis yang membuat para investor tergiur untuk berinvestasi.
“Beberapa waktu yang lalu saya mendengar berita Kota Brebes dijadikan lokesi prospektif oleh sebuah perusahaan otomotif Amerika untuk membangun pabriknya, karena di Brebes terdapat banyak sekolah kejuruan, biaya hidup yang rendah, juga lahan kosong yang bisa dijadikan lahan,” paparnya.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Secara Tidak Langsung Mendorong Percepatan Digitalisasi E-commerce, Kok Bisa?
Yudo Anggoro mencoba menjelaskan hal ini dengan contoh nyata di Indonesia. Selain itu, sebagai sebuah negara, Indonesia perlu untuk terbuka pada negara-negara lain dengan tidak lupa meningkatkan potensi diri untuk meningkatkan pamor negara di mata negara lain yang lebih maju.