Sonora.ID - Pandemi Covid-19 berdampak pada semua bisnis di seluruh sektor, dan ini menjadi kondisi yang menyulitkan semua pihak, namun pada kondisi ini justru setiap orang dituntut untuk menjadi kreatif dan fleksibel untuk bertahan hidup.
Sama halnya dengan kemampuan kompetisi, sebelum adanya krisis, persaingan bisnis menuntut inovasi dan kreativitas.
Director Center For Policy And Public Management SBM ITB Yudo Anggoro, Ph.D. menyebutkan ada tiga hal bagaimana mempertahankan kemampuan bersaing di tengah krisis.
Baca Juga: Memasuki New Normal, Banyak Pro dan Kontra di Kalangan Pengusaha
Hal itu disampaikan Yudo dalam SBM Talk melalui webinar, Rabu (10/6/2020).
"Yang pertama adalah membuat rencana mitigasi. Hal ini benar-benar harus diperhatikan. Hidup setelah krisis tidak akan sama dengan sebelum krisis" katanya.
Menurut Yudo, hal-hal seperti prosedur penanganan Covid-19 pada layanan kesehatan, proses pembayaran yang semakin menjunjung metode cashless, dan setiap pelayanan di bisnis apapun harus disesuaikan dengan keamanan dan kesehatan.
Baca Juga: Tips Mengelola THR Dikala Pandemi Covid-19 Agar Tetap Bermanfaat
"Yang kedua adalah kebutuhan digital setelah covid 19 hadir. Kebiasaan offline berubah drastis menjadi serba online. Teknologi digital begitu maksimal dimanfaatkan, karena tidak ada jalan lain, teknologi ini dimanfaatkan untuk bertahan hidup," paparnya.
Maka dari itu, kebutuhan akan data, jaringan internet, bandwidth, dan kebutuhan digital lainnya harus lebih ditingkatkan karena bila berbicara tentang data, minimal 50% proses bisnis berpindah dari sistem offline ke platform online.
"Ketiga, menciptakan Iklim Bisnis yang 'menjual'. Poin yang terakhir ini berkaitan dengan perang dagang yang masih terjadi hingga hari ini. Di tengah krisis, kolaborasi antar perbisnis bahkan antarnegara akan semakin meningkat karena semua negara mengalami kondisi yang sama" ujarnya.
Baca Juga: Dampak Covid-19, Sektor Ekonomi UMKM Lumpuh, Ini Kata Pengamat
Saat ini menurut Yudo, secara umum Indonesia dan secara khusus pebisnis, harus mulai memikirkan bagaimana secara aktif mempromosikan dan tentunya membentuk iklim bisnis yang membuat para investor tergiur untuk berinvestasi.
“Beberapa waktu yang lalu saya mendengar berita Kota Brebes dijadikan lokesi prospektif oleh sebuah perusahaan otomotif Amerika untuk membangun pabriknya, karena di Brebes terdapat banyak sekolah kejuruan, biaya hidup yang rendah, juga lahan kosong yang bisa dijadikan lahan,” paparnya.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Secara Tidak Langsung Mendorong Percepatan Digitalisasi E-commerce, Kok Bisa?
Yudo Anggoro mencoba menjelaskan hal ini dengan contoh nyata di Indonesia. Selain itu, sebagai sebuah negara, Indonesia perlu untuk terbuka pada negara-negara lain dengan tidak lupa meningkatkan potensi diri untuk meningkatkan pamor negara di mata negara lain yang lebih maju.