Selain sebagai sarana menyosialisasikan berbagai isu terkini, akun resmi media sosial ini juga diharapkan mampu mendekatkan BIN dengan masyarakat luas.
"Dengan adanya akun resmi ini, maka masyarakat diharapkan tidak lagi mempercayai akun-akun media sosial yang mengatasnamakan BIN," terang Wawan.
Untuk itu, BIN mengajak masyarakat untuk terus menggunakan media sosial secara cerdas dan bijak.
Dalam hal ini, masyarakat diharapkan mampu mengunggah konten-konten positif sesuai nilai-nilai luhur Pancasila, ikut menangkal hoaks, ujaran kebencian, dan radikalisme.
Warganet juga diimbau untuk tetap menjaga keamanan privasi akun dengan menggunakan media sosial secara bijak dan terukur guna menghindari ketergantungan yang rentan berdampak pada gangguan kesehatan mental.
Baca Juga: Sebanyak 10 Persen Pekerja di Industri Babi, Telah Terinfeksi Flu Babi Jenis G4 di China
Wawan menambahkan, media sosial saat ini telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Kecepatan, kepraktisan, dan berbagai kemudahan lainnya menjadi magnet yang menarik banyak orang untuk terus menggunakan media sosial.
" Bahkan, media sosial pun tidak hanya menjadi ruang interaksi antar penggunanya, namun juga menjadi rujukan informasi bagi masyarakat luas" tegas Wawan.
Saat ini, penggunaan media sosial pun terus menunjukkan tren kenaikan, khususnya selama masa pandemik Covid-19.
Baca Juga: Akibat Ditemukan Warga Positif Corona, Satu Kantor Lurah Di Manado Ditutup
Berdasarkan riset dari konsultan Kantar, media sosial seperti WhatsApp dan Instagram melonjak hingga 40 persen di seluruh dunia.
Kenaikan ini disebabkan banyaknya orang yang menggunakan media sosial untuk berkomunikasi karena ada karantina wilayah guna mencegah penularan Covid-19.
Fenomena ini menjadi cermin adanya ketergantungan masyarakat dengan media sosial.
Lonjakan penggunaan media sosial pada satu sisi memang merubah pola komunikasi menjadi semakin intens dan cepat.
Namun di sisi lain, media sosial telah menimbulkan sejumlah persoalan seperti sarana propaganda paham radikal, penyebaran konten pornografi, kabar bohong, ujaran kebencian.
Sehingga muncul juga akun medsos palsu yang mengatasnamakan institusi negara.
Akibatnya, masyarakat rentan terpapar informasi keliru, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman yang dapat berujung pada konflik.
Baca Juga: Sebanyak 10 Persen Pekerja di Industri Babi, Telah Terinfeksi Flu Babi Jenis G4 di China