Sonora.ID - Aksi bejat yang dilakukan oleh pejabat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), akhirnya dapat terbongkar.
Pria berinisial DAS tersebut memperkosa seorang anak perempuan yang masih dibawah umur.
Korban NF (14) dititipkan oleh sang ayah di P2PTP2A, yang berada di Kawasan Lampung Timur.
NF dititipkan ke rumah aman P2TP2A oleh sang Ayah karena sebelumnya, gadis belia tersebut merupakan korban pemerkosaan.
Ironisnya saat di titipkan di P2TP2A untuk mendapatkan pemulihan mental dan emosi, NF justru kembali di rudapaksa oleh kepala P2TP2A.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 di Kotamobagu Tingkatkan Penjualan Pot Bunga
Kasus ini pun membuat KPAI merasa terpukul, pasalnya dari hasil penyelidikan DAS tidak hanya memperkosa NF.
Kepala P2TP2A tersebut bahkan menjual NF dan menjadilan NF sebagai pekerja seks komersial.
Mengetahui tindakan asusila yang terus menerus di alami NF, Kelompok Rentan Anak dan Perempuan (AKRAP) Lampung mengutuk perbuatan DAS dan segera melaporkan pejabat P2TP2A tersebut ke Polda Lampung.
Baca Juga: BI Bali: Perekonomian Bali Baru Bangkit Kembali pada Triwulan Empat 2020
Laporan tersebut tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/VII/2020/LPG/SPKT.
Ketua AKRAP Lampung, Edi Arsadad geram dan mendesak agar pihak kepolisian setempat segera menangkap DAS.
"Aparat kepolisian harus segera menangkapnya," kata Edi dikutip dari Antara, Senin (6/7).
Menurut keterangan Polda Lampung kini kasus tersebut telah dalam tahap penyelidikan.
Jika DAS terbukti bersalah dan melakukan rudapaksa terhadap NF, Polda Lampung akan segera melakukan tindakan penangkapan.
Baca Juga: Christian Wuisan PPS Difabel Lakukan Verifikasi Faktual Data Pilkada
"Polda Lampung sudah terima laporan dari keluarga korban pada Kamis malam lalu. Saat ini masih dilakukan penyelidikan," kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Bandarlampung. Demikian dikutip dari Antara, Senin (6/7).
"Jika unsur dipenuhi, tidak menutup kemungkinan pelaku akan kami lakukan upaya penangkapan dan penahanan," kata Pandra.
Pandra menambahkan laporan dari korban berdasarkan Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang diatur dalam pasal 81 dengan ancaman hukuman selama15 tahun.
"Kami tunggu saja, apabila ada buktinya maka akan kita tindaklanjuti dengan cara melakukan penangkapan dan penahanan," katanya.
Baca Juga: China Bentuk Gugus Tugas Politik, Pengkritik Partai dan Presiden Bisa Ditahan