Banjarmasin, Sonora.ID - Produktivitas pekerja dan buruh di Indonesia dinilai kalah saing dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan Singapura.
Hal itu diungkapkan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Prof. Muhammad Handry Imansyah, dalam webinar yang diprakarsai PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Kalimantan Selatan, Rabu (15/07) sore.
Rendahnya produktivitas dibandingkan negara lain yang serumpun, menurutnya menjadi alasan pemerintah mencoba mendorong adanya investasi baru melalui RUU Cipta Kerja. Terutama untuk meningkatkan kualitas para pekerja dan buruh di negeri ini.
Baca Juga: Meningkatkan Produktivitas Bisnis Kecil dengan Memanfaatkan Teknologi
“Kondisi saat ini, jelas produktivitas pekerja dan buruh kita ini bermasalah. Jangankan di tingkat Asia, di tingkat ASEAN saja kita kalah saing,” tutur Handry.
Ia mengungkapkan, pertumbuhan produktivitas Indonesia memang sangat lambat dibandingkan dengan sektor-sektor di mana negara lain justru lebih unggul.
Bahkan dari data yang dimiliki, selama rentang waktu 2010-2014, hanya beberapa sektor yang dapat bersaing, seperti garmen, karet dan juga plastik.
“Dari data pertengahan dekade ini, pertumbuhan produktivitas kita hanya dapat skor 0,4. Ini tertinggal dibandingkan Filipina (0,7), Malaysia (1,0), dan Singapura (1,3). Bahkan tren lima tahun terakhir, Vietnam dan Kamboja sudah lebih superior produktivitas buruhnya dibanding Indonesia," tambahnya dalam diskusi virtual yang juga dihadiri oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Selatan, Siswansyah.
Handry juga menekankan bahwa dalam persaingan global ekonomi saat ini, para pekerja juga perlu melihat negara lain sebagai pembanding.
Baca Juga: Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Fraksi Rakyat Turun ke Jalan
“Kalau hanya melihat kondisi di dalam negeri saja, ini seperti katak dalam tempurung. Kenyataannya, investor pasti akan masuk ke negara yang produktivitasnya tinggi. Di Indonesia saat ini, keadaan produktivitasya rendah, upah pekerjanya juga lebih tinggi,” kata Handry.
Ia melihat, pemerintah sebagai pengambil keputusan memang harus segera mendorong kebijakan dan insentif lain demi menarik investasi baru, agar terhindar dari pertumbuhan ekonomi yang minus.
"Kesempatan kerja harus dibuka, tidak bisa dinafikan perlu ada investasi baru. Insentif-insentif dan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business yang sudah bagus ini harus ditingkatkan lagi melalui RUU Cipta Kerja," pungkasnya.
Baca Juga: Terkait RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan, Jokowi: Pembahasannya Ditunda