Dalam pemeriksaan tersebut, bisa terjadi kesalahan deteksi atau yang diistilahkan false positive dan false negatif.
Dia mengatakan hasil pemeriksaan false positif tidak berarti seseorang benar terinfeksi virus Covid-19.
Sementara, false negatif juga bukan berarti seseorang tidak terinfeksi.
Pihaknya menganjurkan untuk melakukan kontrol setelah 10 hari kemudian.
“Setelah 10 hari dan melakukan pemeriksaan dan hasilnya negatif maka memang negatif," senada Epidemiolog Universitas Hasanuddin Ansariadi saat dikonfirmasi.
Baca Juga: Jalani Rapid Test, 3.845 Petugas KPU Kabupaten Semarang Non-Reaktif
Menurutnya, rapid test tidak efektif untuk penanganan Covid-19. Tes itu tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi apakah seseorang terpapar atau tidak.
"Rapid test itu bukan alat diagnostik. Bukan untuk memastikan apakah seseorang terpapar Covid-19. Fungsinya hanya untuk menyaring, kira-kira orang itu pernah terpapar oleh mikro organisme lainnya yang menyebabkan terjadinya peningkatan antibodi," ujarnya.
Menurut Ansariadi, rapid test hanya berfungsi untuk menyaring orang-orang yang antibodinya sedang bermasalah.
Di memastikan, seseorang terbukti terpapar Covid-19 hanya dengan pemeriksaan lanjutan, yakni PCR swab test.
Selain itu, rapid test hanya dapat mengetahui antibodi seseorang reaktif atau tidak, jika orang terpapar virus setelah empat hari atau seminggu lebih.
Baca Juga: Cegah Penularan Covid-19, Pj Walikota Makassar Minta Petugas Lebih Tegas