Makassar, Sonora.ID - Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 776,83 orang pada Maret 2020. Jumlah tersebut naik 8,72 persen atau 17,25 ribu orang dibandingkan pada September 2019 sebesar 759,58 ribu orang.
Kepala BPS Sulsel, Yos Rudiansyah dalam siaran persnya mengatakan, berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2019 sampai Maret 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 11,41 ribu orang. Hal yang sama terjadi di daerah perdesaan yang naik 5,48 ribu orang.
BPS juga melaporkan komposisi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan. Dimana, sebagian besar berada di perdesaan dengan persentase 77 persen lebih.
Baca Juga: Pandemi Covid-19, Kepala BPS: Penduduk Miskin Naik 1,63 Juta
Kenaikan kemiskinan hingga Maret 2020 disebabkan kenaikan harga barang kebutuhan pokok salah satunya beras sebagai makanan pokok.
Kontribusi terhadap garis kemiskinan sebesar 19,69 persen di perkotaan dan 28,31 perdesaan. Selain beras, komoditi lainnya yaitu rokok kretek filter, telur ayam ras, ikan bandeng, gula pasir dan lainnya.
Di lain sisi, Yos menambahkan di periode yang sama, garis kemiskinan naik sebesar 2,55 persen yakni dari Rp 341.555 per kapita menjadi Rp 350.264 per kapita per bulan.
Hal ini mengindikasikan tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin khususnya mereka berada di sekitar garis kemiskinan, belum mampu mengimbangi kenaikan harga pada saat garis kemiskinan mengalami kenaikan.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Hunian Sementara Bagi Pengungsi Banjir Bandang
BPS juga mencatat pada bulan Maret 2020, nilai lndeks Kedalaman Kemiskinan untuk perkotaan 0,694 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,168.
Sementara nilai Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perkotaan 0.157 sementara daerah perdesaan mencapai 0,568.
Data tersebut mengindikasikan, rata-rata pendapatan dan ketimpangan kemiskinan di daerah perkotaan Iebih baik daripada perdesaan.
Diketahui, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar untuk mengukur kemiskinan.
Dalam pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Baca Juga: Panglima TNI dan Kapolri Lepas Pasukan Bermotor Peduli Covid 19 di Makassar
Adapun, metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan, yang terdlri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan. Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah
Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari.
Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang kacangan, buah buahan, minyak dan lemak, dan lainnya).
Sedangkan, Garis Kemiskinan Bukan Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 komoditi di perdesaan.
Baca Juga: Lancarkan Distribusi Logistik, Pemkab Luwu Utara Buka Akses Terisolir