Banjarmasin, Sonora.ID - Meski potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Selatan cukup tinggi, namun tahun ini diprediksi tidak akan separah tahun 2015 dan 2019.
Di mana pada dua waktu tersebut, karhuta memicu terjadinya kabut asap dan melumpuhkan aktivitas serta roda perekonomian masyarakat.
Bahkan pada 2015 lalu, pekatnya kabut asap mengganggu jadwal penerbangan di Bandara Internasional Syamsudin Noor, Banjarmasin di Banjarbaru, yang sebagian besar dibatalkan karena rendahnya jarak pandang di landasan pacu.
Baca Juga: Gubernur Kalsel Meminta Daerah Antisipasi dan Petakan Bencana Karhutla
Bagaimana dengan tahun ini?
Berdasarkan penjelasan Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan, Sahrudin, kemarau tahun ini tak akan separah yang sebelumnya.
Mengingat masih turunnya hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi, yang masih berlanjut di awal awal musim kemarau tahun ini, yang juga dikuatkan dengan prakiraan BMKG Statisun Klimatologi Kelas 1 Banjarbaru.
“Untungnya masih sering turun hujan. Seharusnya awal Juli sudah ada yang terbakar,” ungkapnya.
Ratusan hotspot atau titik api pun sudah terpantau di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Tapin dan Tanah Laut.
Namun karena hujan masih terjadi dengan intensitas sedang hingga tinggi, hal tersebut akhirnya tidak memicu terjadinya karhutla.
Baca Juga: Pemko Banjarmasin Siapkan Perwali Tindak Pelanggar Protokol Kesehatan
Meski begitu, Satgas Karhutla tingkat provinsi hingga kabupaten kota sudah melakukan langkah-langkah antisipasi agar karhutla yang menyebabkan bencana kabut asap tidak meluas.
Salah satunya dengan masifnya pembasahan lahan di sekitar objek vital negara, seperti Bandara Internasional Syamsudin Noor, yang selalu jadi prioritas utama dalam pencegahan bencana tersebut.
“Ring satunya wilayah bandara untuk pengamanan transportasi udara, darat dan perekonomian yang ada di Banjarmasin,” lanjut Sahrudin.
Ia menambahkan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah menetapkan status siaga darurat Karhutla sejak tanggal 1 Juli 2020. “Bersamaan dengan itu, Satgas Pencegahan dan Penanganan Karhutla juga dibentuk, yang terdiri dari banyak unsur, seperti unsur TNI dan Kepolisian, Manggala Agni dan tentunya BPBD, pungkas Sahrudin.
Bahkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, telah lama meminta kepada aparat penegak hukum, untuk menindak tegas para pelaku yang sengaja membakar hutan dan lahan hingga proses peradilan sesuai undang-undang yang berlaku.
“Tangkap pelakunya untuk memberikan efek jera,” terang Paman Birin, sapaan akrabnya.
Karhutla menurutnya adalah masalah yang harus dihadapi seluruh elemen masyarakat.
“Saya meminta semua pihak yang berkompeten, melakukan deteksi dini karhutla dengan melakukan pemetaan daerah rawan,” tutupnya.