Pada 1922, pembangunan menara gedung beserta penyelesaian dinding luar, perataan lahan sekitar, dan pengerjaan atap dilakukan.
Tahun berikutnya, penyelesaian bagian dalam aula lantai satu serta penyelesaian ornamen kolom di aula gedung.
Pembangunan Gedung Sate melibatkan 2.000 pekerja dan menghabiskan dana sebesar 6 juta gulden.
”Kenapa sate karena dulu ada 6 juta gulden biaya pembangunannya. Satu juta disimbolkan dengan satu sate," kata Kang Emil.
Tak ada acara khusus untuk memperingati 100 Tahun Gedung Sate karena sedang dalam pandemi Covid-19, sejumlah rencana yang telah disusun dibatalkan.
Kendati begitu, Kang Emil menyatakan, peringatan 100 Tahun Gedung Sate tetap terlaksana dengan merawat dan menjaganya. Perbaikan fasilitas Gedung Sate di berbagai sudut menjadi bukti.
Baca Juga: Wali Kota Bandung Berikan Penghargaan Kepada 29 Anggota Tim Prabu
Salah satunya pemasangan pilar-pilar yang menggambarkan bahwa Gedung Sate milik warga Jabar. Selain itu, pemasangan pilar dapat menggerakkan ekonomi Jabar yang sempat terpukul pandemi Covid-19.
”Jadi satu pilar, satu kabupaten. Satu pilar Majalengka misalnya ada sejarahnya juga, bagaimana Cirebon juga, jadi kepemilikan Gedung Sate dan Gasibu dimiliki tidak hanya masyarakat Bandung Raya, tapi oleh masyarakat lainnya,” ucapnya.
Kang Emil mengatakan, pada tahun ini, Gedung Sate terbuka untuk umum dan menjadi salah satu destinasi wisata.
Masyarakat dapat menyusuri jejak-jejak historis Jabar dengan menghadirkan tour guide. Namun, hal itu tertunda karena Covid-19.
"Ketika menjadi gubernur, memperingati 100 tahun Gedung Sate. Sekarang Covid-19 juga bagi saya ini adalah ujian dari sejarah hidup saya. Namun, saya berbangga dengan 100 tahun Gedung Sate," kata Kang Emil.
Baca Juga: Atasi Banjir, Pemkot Bandung Lakukan Optimalisasi pada RTH Cibiru