Bali, Sonora.ID - Surat Keputusan (SK) Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 Tahun 2020 soal Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia akhirnya resmi dicabut.
Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengatakan bahwa pencabutan SK Nomor 151 Tahun 2020 tersebut guna mendukung percepatan pemulihan nasional serta memperhatikan kebijakan beberapa negara penempatan yang sudah membuka tenaga kerja asing.
Fauziyah dalam Video Conference menegaskan bahwa ini pihaknya perlu untuk membuka kembali kesempatan bagi calon pekerja migran Indonesia untuk dapat bekerja kembali di negara tujuan penempatan, dengan tetap mengedepankan prinsip perlindungan hak-hak pekerja migran serta protokol kesehatan.
Baca Juga: Update Covid-19 Denpasar, Sembuh 31 Orang, Kasus Positif Bertambah 19 Orang
Dia menjelaskan, dari sisi pemerintah tidak ada untungnya menahan-nahan untuk tidak segera menarik Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 151 Tahun 2020 tersebut.
Terlebih lagi, semua pihak-pihak terkait sudah siap untuk membuka kesempatan bagi pekerja migran.
Dicabutnya Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 Tahun 2020 tersebut disambut bahagia oleh para pekerja kapal pesiar Bali yang jumlahnya mencapai sekitar 22 ribu.
Sebab pada 7 Juli lalu ada 257 PMI khususnya pelaut yang batal berangkat ke kapal pesiar karena terhalang aturan itu.
Sementara itu, Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali, Dewa Putu Susila mengatakan bahwa dengan dicabutnya SK Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151/2020 itu sangat melegakan. Dewa Susila menjelaskan, ada beberapa keuntungan dicabutnya SK Menteri Ketenagakerjaan Nomor 151/2020 tersebut.
Pertama, status para PMI yang kembali bekerja menjadi sah secara hukum. Dalam artian, mereka tidak berstatus ilegal di negeri orang.
"Karena kan selama ini meskipun ada SK 151 itu dan mereka sudah lengkap dokumen, terutama visa, dia sudah bisa terbang kan begitu. Tapi kalau misalnya kita menilik 151 secara aturan dari kacamata Kemenaker 151 mereka dianggap ilegal. Nah makanya itu sangat mengkhawatirkan kita sebelumnya," ujar Dewa Susila.
Selain itu, dengan dicabutnya SK Kemenaker Nomor 151/2020 tersebut, Indonesia bisa terbebas dari sanksi yang dikeluarkan Internasional.
Sanksi tersebut bisa berupa penghentian perekrutan pekerja dari Indonesia dan sebanyak 22 ribu pekerja Bali bisa terancam tak bisa lagi bekerja di luar negeri khususnya di kapal pesiar. Sebab, Indonesia termasuk negara yang ikut dalam perjanjian soal crew changes.
Baca Juga: Jaga Ekosistem Lingkungan, Dinas Perikanan Denpasar Tebar 20.000 Benih Ikan Nila
"Itu sanksi terberat bisa ada sanksi sementara untuk merekrut tenaga kerja pelaut dari Indonesia. Itu kalau sampai dihentikan, luar biasa dampaknya. Pasti akan berkurang kuota kita. Kalau saya bicara di Bali, dari 22 ribu bisa berkurang drastis bisa jadi tinggal 10 ribu bisa 5 ribu dan sebagainya," ujar Susila
Sebelumnya, lanjut Dewa Susila, Indonesia melalui Kemenko Kemaritiman sudah mengikutsertakan Kementerian Tenaga Kerja RI, Kementerian Perhubungan RI, KKP dan instansi terkait untuk mengikuti summit meeting yang digelar Organisasi Maritim Dunia IMO pada 9 Juli 2020 lalu terkait dengan crew changes tersebut.
Dewa Susila menjelaskan bahwa crew change ini adalah pergantian crew di atas kapal dalam kurun waktu tertentu. Sehingga meskipun kapal beroperasi atau tidak beroperasi, kapal pesiar akan tetap menaruh 20 sampai 30 persen crew mereka di atas kapal.
"Misalnya pada saat pandemi ini, memang ada penawaran jadi tidak ada pemaksaan. Walaupun kewajiban bahwa kapal berhak menahan 20-30 persen crew di atas kapal. Tapi pada waktu pandemi kemarin mereka ditanyakan, atau ditawarkan, kamu mau mau pulang atau mau diam di atas kapal. Kondisi 2-3 bulan kedepan gaji full, tapi setelah itu lihat kondisi," jelas Dewa Susila.
Baca Juga: Sambangi Pemkot Denpasar, Danlanal TNI AL Denpasar Mantapkan Sinergitas
Nah ketika crew yang ditawarkan itu bersedia, mereka ditahan di atas kapal dan tetap bekerja.
Namun demikian, jika sudah waktunya misalnya sudah 8-12 bulan bekerja di atas kapal, mereka sudah harus digantikan. Inilah yang dinamakan crew changes.
"Kan tetap ada acuan mereka 8 bulan maksimal 12 bulan sudah harus pulang. Karena kalau mereka sudah lebih dari waktu yang sudah ditentukan, secara psikologi kapal karena sudah waktunya itu pasti akan menggangu keselamatan kerja, artinya tidak teliti lagi, kelelehan dan secara mental kalau kita diatas kapal sekian lama pasti banyak terganggu, karena tidak bertemu keluarga, istri, suami dan lain sebagainya," ujar Susila
Dewa Susila mengaku menginformasikan secara internasional bahwa Pemerintah Indonesia sudah mencabut SK Kemenaker Nomor 15/2020 tersebut, dan selanjutnya para calon pekerja bisa mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan oleh dunia pada masa pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga: Presentase Kesembuhan Pasien Covid-19 di Denpasar Tembus 83,33 Persen
Saat ini, informasi terbaru yang ia dapatkan, ada 900 PMI atau pelaut yang diminta untuk kembali bekerja kembali. Mereka rencananya bakal diberangkatkan secara bertahap.
"Jadi rencana awal akan diberangkatkan 281 crew menggunakan pesawat charter airline, langsung dari Denpasar ke Doha, kemudian ke Milan. Karena joinnya mereka di Italia. Itu informasi yang sekarang ada," ungkap Dewa Susila
Sedangkan, 257 Pekerja Kapal yang sebelumnya batal berangkat pada 7 Juli lalu saat ini belum berangkat. Mereka direncanakan berangkat dari Jakarta, hanya saja masih memerlukan update dokumen terutama hasil VCR atau swab test yang sudah kedaluarsa.
Baca Juga: Dapur Umum SOS Berkeliling Denpasar, Hingga Kini Telah Salurkan 28.000 Nasi Bungkus