Makassar, Sonora.ID - Data dari WHO dalam Global Innitiative for the Elimination of Avoidable Blindness: Action plan 2020 menyebutkan bahwa 500.000 anak menjadi buta setiap tahun atau setara dengan satu anak permenitnya.
Jika merujuk pada UNICEF, usia seorang anak terhitung sejak lahir hingga anak berusia 18 tahun.
Sekitar 1,4 juta anak di dunia diperkirakan mengalami kebutaan.
Satu juta diantaranya tinggal di Asia dan 300.000 di Afrika, dengan prevalensi mulai dari 1,5 per 1000 anak di negara berkembang di rentang usia 0-18 tahun.
Baca Juga: Rela Bikin Prank Settingan Daging Kurban Ini Sampah, Ternyata Segini Pendapatan Edo Dari Youtube
Di Indonesia sendiri, data RISKESDAS tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sekitar 0,4% dari seluruh populasi.
Pada sebagian besar kasus, kebutaan diawali dengan penglihatan yang kabur.
Mayoritas penyebab kebutaan sebenarnya dapat dicegah dan dapat diobati, salah satunya yaitu kelainan refraksi.
"Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat di retina, melainkan dibagian belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam," ujar Baso Muhaemin, Sekertaris Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia (IROPIN) Pengurus Daerah Sulawesi Selatan saat hadir dalam talkshow yang digelar Smartfm Makassar, belum lama ini.
Baca Juga: Alasan Pemkot Makassar Hentikan Pemeriksaan Suket Bebas Covid 19 di Perbatasan
Baso mengatakan, kelainan refraksi dikenal dalam beberapa bentuk yaitu miopia, hipermetropia dan astigmatisma.