Sonora.ID - Gubernur Anies Baswedan belakangan ini tengah mengevaluasi permasalahan yang ada di kawasan DKI Jakarta.
Salah satu hal yang menjadi evaluasinya adalah sirine banjir yang berbentuk seperti toa.
Orang nomor satu di DKI Jakarta tersebut menilai bahwa sirine banjir yang menghabiskan dana Rp 4M tersebut dinilai kurang efektif.
Baca Juga: Kalahkan Anies, Prabowo Kantungi Elektabilitas Tertinggi di 6 Lembaga Survei
Ktitikannya tersebut disampaikan oleh Anies Baswedan secara langsung dalam rapat bersama para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membahas tentang pengendalian banjir pada Kamis (6/8/2020).
Anies mengatakan bahwa toa bukanlah sebuah sistem peringatan dini atau early warning system (EWS).
Pembahasan ini terjadi saat, Anies membahas early warning system di Jakarta dan meminta jajarannya membuka salah satu slide presentasi mengenai disaster warning system (DWS).
Baca Juga: Update Covid-19 Tanah Air, Jumat 7 Agustus 2020: 121.226 Orang Positif
Pada slide tersebut, terdapat gambar toa atau pengeras suara yang masuk ke dalam bagian DWS.
"Ini bukan early warning system, ini toa ini toa. This is not a system. Sistem itu kira-kira begini, kejadian air di Katulampa sekian, keluarlah operasionalnya. Dari Dishub, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol, seluruhnya itu tahu wilayah mana yang punya resiko. Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap," kata Anies seperti dikutip dari di akun Youtube Pemprov DKI.
Dia menyebutkan, Jakarta harus benar-benar membuat sistem peringatan dini banjir.
Anies lalu menyinggung bahwa toa awalnya merupakan alat yang dihibahkan dari Jepang tetapi kemudian malah ditambahkan alatnya.
Gubernur DKI Jakarta tersebut kemudian meminta alat yang berfungsi untuk early warning system yang sebenarnya.
Ternyata setelah dilakukan pengecekan Toa banjir atau Sirine banjir tersebut merupakan hibahan dari Jepang dan kemudian di perbanyak.
"Ini adalah toa, belum sistem. Saya cek ini. kenapa coba kita pakai ini? Dan adanya cuma di 15 kelurahan. Awalnya dari mana? Dari Jepang ya, hibah. Sesudah hibah? Kita pengadaan," ujarnya.
Menurut dia, toa tersebut digunakan Jepang sebagai peringatan dini tsunami karena harus berfungsi dengan cepat Sedangkan banjir ada rentang waktu yang cukup lama dari peringatan hingga kejadian.
"Kalau banjir kira-kira antara peringatan dan kejadian berapa menit? Lama. Lah kenapa pakai alat begini ? Ini dipakai karena tsunami," lanjut Anies.
Anies meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk tidak lagi menambah atau membeli toa.
"Ini akhirnya menjadi enggak relevan. Coba BPBD dicek berapa alat yang enggak berfungsi banjir kemarin ? Bapak belum bertugas ya. Itu banyak yang tidak berfungsi pada saat banjir," ujar Anies kepada Plt Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto.