Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan, dalam dialog tersebut, mengatakan, pemerintah menyadari akan adanya kontraksi ekonomi, sehingga biaya penanganan COVID-19 diperbesar. Hanya saja, kata ia, ada kelambanan serapan dalam pelaksanaannya. Saat ini, serapan baru 29,82 persen atau setara Rp366,83 triliun.
“Supaya triwulan ketiga kita bisa pulih, banyak program yang segera direalisasikan, salah satunya hibah bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Ini akan kita berikan asalkan by name by address-nya lengkap,” kata Rully.
Kepala OJK Jabar Triana Gunawan menyatakan, kontraksi ekonomi berpengaruh pada sektor perbankan. Pembiayaan perbankan melandai karena pandemi COVID-19. Maka itu, OJK memberikan keleluasaan jasa keuangan untuk merelaksasi atau restrukturisasi kredit. Tujuannya memperkuat dunia usaha dan menyehatkan bank. Jika relaksasi tidak dilakukan, Non Performing Loan (NPL) bank dikhawatirkan akan tinggi, sehingga bank tidak sehat.
Baca Juga: Mulai Agustus, Kereta Api Semarang -Bandung Mulai Beroperasi Kembali
“Menurut catatan OJK, sudah 2,26 juta debitur yang direstrukturisasi oleh perbankan di Jabar. Nilai sekitar Rp131 triliun. Subsidi bunga yang memang agak seret karena secara teknis agak ribet, walaupun tetap diusahakan. Di Jabar, ada pengajuan sebanyak 102 ribuan rekening untuk subsidi bunga,” ucap Triana.
Sementara itu, Chief Economist Bank Indonesia Pribadi Santoso melaporkan, terdapat sejumlah sektor ekonomi Jabar yang mengalami pertumbuhan di tengah pandemi COVID-19, seperti telekomunikasi dan pertanian. Namun, kata ia, telekomunikasi dan pertanian bukan sektor yang menjadi trigger pertumbuhan.
“Selama ini, yang dominan di Jabar adalah industri pengolahan karena orientasinya ekspor. Inilah yang harus dipacu pertumbuhannya,” kata Santoso.
Santoso mengusulkan tiga langkah yang harus segera dilakukan yaitu mengidentifikasi sektor-sektor yang masih fungsional, adaptasi kebiasaan baru menjadi kunci menghentikan penyebaran COVID-19 sehingga harus dipatuhi, serta komunikasi dan implementasinya di lapangan.
“Ketiga hal itu harus dipetakan terlebih dahulu sehingga nantinya implementasi penyaluran likuiditas akan efektif. Sekarang ini, dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang besar tidak termanfaatkan karena datanya belum ada,” ucapnya.