Palembang, Sonora.ID - Rumah aman atau shelter memiliki definisi yang berbeda dengan trauma center.
Direktur Eksekutif WCC Palembang, Yeni Roslaini Izi kepada Sonora (5/8/2020) mengatakan bahwa rumah aman adalah tempat tinggal sementara bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan.
“Misal habis diperkosa, diperlakukan kasar dan tidak memungkinkan tinggal dirumahnya,” ujarnya.
Baca Juga: Kesal Masakan Tak Kunjung Matang, Pria Ini Pukul & Banting Sang Istri
Ia menambahkan rumah aman tidak diketahui orang dan nyaman untuk berkonsultasi dengan psikolog.
“Pemerintah memiliki trauma center, berbeda dengan rumah aman, trauma center dipublikasikan tempatnya oleh dinas social, kalau shelter tidak boleh tahu, kecuali pendamping atau psikolog atau ibu shelter,” imbuhnya.
Ia mengatakan rumah aman lebih berfungsi sebagai tempat pemulihan, tidak ada aktifitas berlebih, seperti workshop, sementara trauma center bisa menjadi tempat untuk meningkatkan kapasitas.
Baca Juga: Lama Work From Home selama Pandemi, Jumlah KDRT Malah Meningkat
“Di trauma center bisa ada kursus menjahit, bengkel, lebih kepada peningkatan kapasitas. Rumah aman terdapat tempat bacaan atau tempat bermain untuk anak anak. Shelter ada SOPnya, tidak boleh membawa handphone, karena bisa dilacak atau dihubungi oleh keluarga pelaku. Hal itu dihindari agar tidak terjadi kekerasan berikutnya,” ujarnya.
Ia menambahkan bila secara psikolog tidak terlalu down, maka korban ikut membantu ibu shelter seperti mencuci sendiri dan memasak.
“Namun di masa pandemic, kami meniadakan shelter. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan shelter, kami sudah siap berbagi informasi, standar pelayanan,” imbuhnya.
Baca Juga: Gawat! Kasus KDRT di Semarang Meningkat, Coba Perbaiki Komunikasi dan Ikuti Tips Berikut
Ia mengatakan yang boleh tinggal di rumah aman ada syaratnya, antara lain membutuhkan tempat aman karena tidak ada tempat tinggal,
Misal korban trafficking tidak ada saudara di Palembang sehingga dirujuk ke shelter.
Kedua adalah korban KDRT yang lari dari rumah, luka secara fisik, agar tidak diikuti pelaku, tinggal di shelter dan mendapatkan konseling awal.
Ketiga adalah korban kekerasan seksual yang trauma tinggal di rumah, karena tetangga tidak mendukung dan melecehkan.
Keempat adalah dari luar kota yang mengadukan masalahnya ke polda, dan mau pulang kemalaman karena jauh, bisa tinggal sementara di shelter.
Baca Juga: Covid-19 Sebabkan Naiknya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)