Bandung, Sonora.ID - Pemerintah perlu mengakselerasi serapan anggaran Program Percepatan Ekonomi Nasional (PEN) dimasa AKB.
Berdasarkan data ementerian Keuangan hingga 19 Agustus 2020, serapan PEN masih berada pada posisi 25,1 persen atau senilai Rp 174,79 triliun.
Dengan rincian belanja kesehatan Rp 7,36 triliun,perlindungan sosial Rp 93,18 triliun, sektoral dan pemda Rp 12,4 T triliun, insentif usaha Rp 17,23 triliun, dukungan UMKM Rp 44,63 triliun serta pembiayaan korporasi yang masih dalam proses finalisasi.
Baca Juga: Kabar Baik, Minat Menabung Para Pelajar di Sulawesi Selatan Meningkat
"Yang perlu diperhatikan adalah agar penyaluran berbagai stimulus ini diarahkan secara tepat sasaran dan tepat manfaat, sehingga dapat mencegah kontraksi lanjutan atas daya beli masyarakat. Mengingat selama ini masih ditemukan permasalahan lapangan seperti target error maupun overlapping. Aspek monitoring dan evaluasi secara berkala pun perlu terus ditingkatkan, terutama yang berkaitan dengan akurasi data dan perbaikan mekanisme penyaluran sehingga manfaatnya tepat sasaran. Langkah percepatan ini tentunya tetap harus dilakukan seefektif mungkin dan akuntabel," ujar Anggota DPR RI Komisi XI, Putri Komarudin dalam webinar bertema 'Peran OJK dalam Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Jasa Keuangan', Kamis (27/8/2020).
Selain Putri, hadir sebagai nara sumber dalam seminar virtual tersebut antara lain Ketua ISEI Jabar yang juga Dosen Unpad, Aldrin Herwani dan Praktisi Pasar Modal yang juga Dosen FEB Unpad Erman Sumirat.
Putri menambahkan Pemerintah perlu mendorong percepatan belanja negara, dimana per 31 Juli 2020, belanja negara telah terserap 45,7 persen atau sekitar Rp 1.252,4 triliun dari total belanja sebesar Rp 2.739,2 T.
Baca Juga: Kantor OJK Daerah Istimewa Yogyakarta Diresmikan dengan Protokol Kesehatan Ketat
Di tengah pandemi, belanja Pemerintah sangatlah diperlukan untuk mendorong permintaan bagi UMKM.
Sehingga, percepatan belanja tidak hanya untuk mendorong serapan anggaran, tapi juga diarahkan menjadi belanja berkualitas yang memberikan trickle-down effect terhadap pemulihan daya beli dan kapasitas usaha masyarakat.
Untuk menjaga kinerja UMKM, OJK juga menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang mengatur mengenai restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak.
Baca Juga: Webinar OJK Regional VI Sulampua: Menabung itu Aku
Ketentuan ini juga memberikan keleluasaan untuk perbankan/perusahaan pembiayaan karena mendapatkan insentif untuk tidak membentuk pencadangan, apabila kredit telah direstrukturisasi dalam kategori lancar.
Hingga 10 Agustus 2020, OJK mencatat restrukturisasi kredit perbankan terhadap debitur terdampak pandemi Covid-19 mencapai Rp 837,64 triliun yang berasal dari 7,18 juta debitur dari 100 bank. (Realisasi restrukturisasi kredit bagi debitur segmen UMKM disalurkan kepada 5,73 debitur dengan nilai sebesar Rp353,17 triliun. Sedangkan restrukturisasi bagi debitur non-UMKM disalurkan kepada 1,44 juta debitur dengan nilai mencapai Rp484,47 triliun).
Sementara, realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan tercatat sebesar Rp 162,34 triliun dengan jumlah kontrak 4,33 juta debitur dari total 4,95 juta kontrak restrukturisasi yang berasal dari 182 perusahaan pembiayaan hingga 19 Agustus 2020.
Baca Juga: Nurdin Abdullah Minta OJK Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana
"Saya meminta OJK dan Lembaga Jasa Keuangan untuk meningkatkan edukasi terkait relaksasi kredit sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Di samping itu, pengawasan di lapangan perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan penagihan angsuran, apalagi hingga melibatkan tindak kekerasan. Pemerintah dan OJK juga harus menyiapkan mekanisme pengaduan apabila ditemukan lembaga pembiayaan yang masih menagih dengan melibatkan debt collector," tegasnya.
Pemerintah juga telah melakukan penempatan uang negara kepada Bank Himbara senilai Rp 30 triliun yang diharapkan meningkatkan leverage penyaluran kredit minimal tiga kali lipat atas dana yang ditempatkan.
Untuk mendukung pemulihan sektor UMKM, Pemerintah juga memberikan subsidi bunga/margin untuk kredit/pembiayaan UMKM dalam rangka PEN.
Baca Juga: Infrastruktur Masih Terus Digenjot, Jokowi: sebagai Strategi Pemulihan Ekonomi
Pada konteks pembangunan daerah, Pemerintah pun telah mengalokasi anggaran untuk Pemda melalui instrumen pinjaman daerah senilai Rp 15 triliun sebagai bagian dari program PEN. Wabah pandemi jelas menekan kapasitas fiskal daerah dalam memenuhi sejumlah agenda prioritas seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas.
Untuk itu, Pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan lain seperti melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mendukung pembiayaan infrastruktur pelayanan publik yang krusial.
Selain itu, Pemerintah juga menempatkan uang negara senilai Rp11,5 triliun kepada sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) (Dengan rincian, Bank DKI (Rp2 triliun), BJB (Rp2,5 triliun), BPD Jateng (Rp2 triliun), BPD Jatim (Rp2 triliun), Bank SulutGo (Rp2 triliun), BPD Bali (Rp1 triliun), Bank DIY (Rp1 triliun)).
Baca Juga: Sri Mulyani Bakal Alokasikan Dana Rp 356,5 Triliun Untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Penempatan uang negara pada sejumlah Bank Daerah tentunya dapat menambah likuiditas seiring berkurangnya penempatan kas daerah akibat tekanan pendapatan daerah.
"Namun, Saya mengimbau agar Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta Bank Daerah untuk memastikan agar uang negara ini digunakan sepenuhnya untuk ekspansi kredit bagi debitur UMKM lokal sehingga dapat mendorong pemulihan ekonomi daerah. Di samping itu, saya juga meminta pemerintah dan pemda memastikan agar penyaluran kredit yang dilaksanakan menggunakan uang negara ini disertai dengan suku bunga yang rendah agar masyarakat dapat mengakses sumber dana murah tersebut untuk kembali menggerakan perekonomian," tuturnya.
Saat ini baik DPR maupun Pemerintah beserta otoritas terkait tengah fokus untuk memaksimalkan pelaksanaan strategi-strategi tersebut, agar dapat menahan kontraksi ekonomi yang diharapkan perlahan-lahan mulai membaik pada kuartal III dan IV nanti.
Baca Juga: Libur Tahun Baru Islam, Okupansi Penumpang Kereta Api Naik Hampir 50 Persen
Di samping itu, berbagai stimulus tersebut juga bertujuan untuk mengantisipasi dan menahan dampak resesi negara tetangga maupun ekonomi global.
Oleh karenanya, kami terus berusaha agar fungsi pengawasan DPR atas pelaksanaan program PEN dan pemanfaatan APBN tahun ini dapat berlangsung dengan optimal dan menyeluruh.
Oleh karena itu, tidak hanya program ini berdampak luas pada kondisi masyarakat ketika pandemi, tetapi juga menggunakan anggaran negara yang luar biasa besar yang juga membutuhkan pertanggungjawaban berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku.
Baca Juga: Disbudpar Kota Bandung Rekomendasikan 45 Tempat Hiburan Beroperasi Kembali