Sonora.ID - Virus corona Covid-19 yang masuk di Indonesia pada Februari 2020 terus meningkat penyebarannya hingga saat ini.
Segala upaya telah dilakukan berbagai pihak untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19, salah satunya penerapan protokol kesetahan.
Meski begitu, nyatanya kasus Covid-19 di Indonesia terus terjadi bahkan belum menunjukan puncak yang sebenarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI, Tri Yunis Miko Wahyono dalam program Sonora Pagi menyebutkan jika pelonjakan kasus Covid-19 akhir-akhir ini diakibatkan berbagai faktor.
Baca Juga: Gugus Tugas Sebut Buka Bioskop Bisa Tingkatkan Imun, Ahli: Belum Ada Studinya!
Salah satunya karena adanya libur panjang di bulan Agustus 2020 lalu. Kemudian, sikap masyarakat yang mulai jenuh terhadap pandemi, sehingga tak lagi memperhatikan imbauan pemerintah dengan ketat.
Minimnya pemerintah melakukan test Covid-19 pun ikut jadi penentu, Miko merasa masih ada banyak kasus yang belum terdeteksi oleh pemerintah sehingga penyebaran kasus terus meningkat setiap harinya.
“Karena kasus di kita 60 persen itu orang tanpa gejala (OTG) yang 20 persen itu ringan dan sisanya sedang dan berat,” ucapnya.
Baca Juga: Rambut Rontok Tambah Daftar Gejala Seseorang Terinfeksi Covid-19
Tak hanya itu, penanganan untuk pasien terinfeksi yang melakukan isolasi mandiri di rumah pun dirasa kurang efektif.
“Upaya-upaya pemerintah juga terkendala dalam test. Selain itu, kasus yang hanya isolasi mandiri di rumah menurut saya belum sesuai dengan standar karena ini hanya dibekali SOP, harusnya dibekali dengan undang-undang sehingga pasien ini tak bisa keluar dari rumahnya,”
“Kemudian, mereka yang sedang isolasi mandiri seharusnya diberikan bantuan untuk mensuplai kebutuhan sehari-hari. Karena tidak disuplai dan dibentuk undang-undang, saya tidak yakin bahwa kasus yang diisolasi di rumah benar-benar terisolasi,” jelas Miko.
Baca Juga: Forum Warga Kota Jakarta Minta Pemprov Jakarta Evaluasi Kebijakan Ganjil Genap
Lebih lanjut, upaya-upaya pemerintah kepada masyarakat seperti PSBB atau social distancing pun dirasa kurang tegas.
Miko mengatakan, pemerintah lebih condong ke PSBB ringan daripada ke skala yang sedang atau berat.
“Seharusnya tak ada tawar menawar soal ini. Walaupun ada perda yang menganjurkan pakai masker nyatanya belum maksimal dilakukan,” kata dia.
Dirinya berharap pemerintah bisa lebih konsisten terhadap berbagai upaya penanggulangan Covid-19 yang telah dikeluarkan.
“Artinya kalau zona merah itu PSBB nya harus dilakukan sedang ke berat, jangan lagi ringat. Kemudian upayakan program lainnya dengan baik,” tuturnya.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Berencana Untuk Meniadakan Isolasi Mandiri