“Seperti di Banjarmasin kan sudah menerapkan hal itu, kami juga sarankan ke pemerintah kabupaten/kota lain,” tambahnya lagi.
Distribusi tertutup menurutnya jauh lebih efektif untuk menekan potensi kelangkaan dan lonjakan harga LPG 3 kilogram karena yang dilayani hanya pemegang kartu yang datang ke pangkalan resmi.
Cara tersebut juga akan memperlihatkan jumlah kebutuhan pasokan LPG tabung melon yang sebenarnya, sehingga jadi acuan untuk melakukan distribusi ke daerah.
Untuk masyarakat miskin diberikan kartu kendali yang diterbitkan Dinas Sosial, sedangkan untuk UMKM melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.
Baca Juga: 13 Desa di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan Masih Sulit Akses BBM dan Gas LPG
Drestanto menambahkan, Pertamina juga menggelar operasi pasar untuk menekan meroketnya harga jual LPG 3 kilogram bersubsidi di tengah masyarakat, yang berkisar di harga Rp 35-40 ribu per tabung.
“Operasi pasar dua minggu ini dan masih bisa kita perpanjang lagi masanya,” katanya lagi.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Selatan, Sahrujani mengusulkan Pertamina melakukan disparitas atau perbedaan harga jual LPG subsidi dan non subsidi, dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Hal ini menurutnya perlu dilakukan untuk menutup celah permainan di oknum pengecer atau pangkalan nakal, yang memanfaatkan disparitas harga yang jauh antara LPG subsidi dan non subsidi untuk meraih keuntungan.
“Kita mengaminkan jika disparitas harga ini tidak terlalu jauh, karena bagaimana pun orang pasti mencari harga yang murah,” tuturnya.
Baca Juga: Jelang Tahun Baru Islam 2020, Stok BBM dan LPG di Sumbagsel Aman