Asrif yang sempat terpilih sebagai penerima Anugrah Pendidikan Indonsia (API) tahun 2019 karena dedikasinya pada peningktan kualitas guru saat masih bertugas di Maluku ini melanjutkan, ada dua garis besar dari sejumlah tugas dan fungsi Balai Bahasa Jatim.
"Garis besar pertama adalah layanan kebahasaan untuk masyarakat, misalnya ketika ingin berkonsultasi soal bahasa maka dapat diberikan layanan di kantor Balai Bahasa. Misalnya ada yang mengkonsultasikan terkait bahasa dan hukum, kami bisa. Bahkan WNA yang ingin kursus bahasa Indonesia," urainya.
"Masyarakat yang ingin mengkonsultasikan nama merek dagang, kami bisa memberi pemikiran tentang itu. Penerjemahan naskah, bahkan untuk uji kompetensi berbahasa. Jatim ini salah satu provinsi tertinggi kesadaran masyarakatnya untuk uji kompetensi berbahasanya," lanjutnya.
Sementara itu, setiap tahun Balai Bahasa di Jakarta memiliki program untuk mengidentifikasi kosa kata yang belum ada di bahasa Indonesia. Sebelum diambil dari bahasa asing. "Misalnya unduh, unggah itu kan bahasa Jawa. Termasuk usulan kosa kata dari Papua, Maluku, NTT yang belum ada identifikasi untuk menjadi kosa kata baru," ungkapnya.
Baca Juga: Pantau Penanganan Covid-19 di Jawa Timur, KSP Kunjungi Jatim
Ia juga mencermati tentang apresiasi negara lain terhadap perkembangan dan ketertarikan mereka untuk mempelajari bahasa Indonesia.
"Fakta bahwa bahasa Indonesia itu diajarkan dibanyak perguruan tinggi luar negeri. Ada kepentingan orang asing terhadap bahasa Indonesia. Hanya dengan tahu satu bahasa Indonesia maka mereka bisa masuki ratusan kebudayaan, termasuk untuk pengusaha dan peneliti," kata Asrif.
Ia juga mengamati tentang fenomena bahasa slank atau prokem pada bahasa pergaulan remaja saat ini. Menurutnya hal itu bukanlah pengaruh digital atau pengaruh internet.
"Dulu kita punya bahasa slank atau prokem, karena gejolak masa remaja. Anak dalam masanya melahirkan istilah baru. Saat usia SMP mereka punya bahasa prokem. Makin dewasa makin hilang, itu gejala umum dari jaman dulu sampai hari ini, bukan dari pengaruh digital atau pengaruh internet," ujarnya.
Bapak diganti bokap, nyonya diganti nyokap. Itu kreativitas berbahasa anak pada masanya yang sedang tumbuh. Kreatifitas dan identitas untuk memelesetkan kosa kata dan akan hilang seiring menjadi dewasa. Fenomena normal yang dilihat secara arif bijaksana. Jangan cuma mengangkat kata itu, melepaskan latar belakngnya, kenapa kata itu diucapkan. Bahasa itu ditentukan maknanya oleh gestur, bukan oleh bunyi atau kata itu sendiri," pungkasnya.