Sonora.ID - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. menjelaskan bahwa sebuah tata kata dari seseorang yang berpengaruh seperti kepala daerah dapat memberikan dampak yang signifikan.
Salah satunya seperti persoalan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta, yang beberapa waktu lalu di umumkan oleh Gubernur Anies Baswedan.
Mahfud mengatakan bahwa akibat ucapan tersebut negara harus menanggung kerugian hingga Rp 297 Triliun pada keesokan harinya.
Kerugian tersebut terjadi lantaran banyak investor yang menarik dananya, lantaran menilai suatu daerah di Indonesia tengah dalam keadaan sangat darurat.
"Karena ini tata kata, bukan tata negara. Akibatnya kacau kayak begitu. Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu 'kan perubahan kebijakan," kata Mahfud
Baca Juga: Kenakan Kaus Oblong, Kim Jong Un Blusukan ke Daerah Terdampak Banjir
Mahfud mengatakan bahwa sejak awal hingga kini status DKI Jakarta masih menerapkan PSBB dan belum tercatat pernah melepaskan status tersebut.
Namun karena ada kata 'Menarik Rem Darurat' ini membuat seolah suatu daerah tengah menjadi darurat.
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu, Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya," sambung Mahfud.
Baca Juga: Syekh Ali Jaber Ditikam, Mahfud MD: Pelaku Memusuhi Ulama, Harus Diadili
Diketahui, Anies memutuskan untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan PSBB. PSBB akan kembali diterapkan mulai 14 September 2020 mendatang.
Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," ujar Anies.
"Dalam rapat Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 di Jakarta, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu," kata dia.