Palembang, Sonora.ID - Aksi-aksi terorisme menjadi ancaman nyata bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Kepala Seksi (Kasi) Partisipasi Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Letkol Setyo Pranowo, hal ini, tergambar dari hasil survey nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2017 dan 2018.
“Dengan rata-rata skor 42,58 dari rentang 0-100, atau kategori sedang,” ujar perwira menengah TNI Angkatan Laut tersebut, Kamis (17/9), saat memberikan kata sambutan di acara Ngopi Coi yang diselenggarakan FKPT Sumsel.
Baca Juga: Pemkot Palembang Apresiasi Diskusi Pencegahan Terorisme oleh FKTP Sumsel
Ia menambahkan, data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten yang bermasalah.
Menurutnya, dari hasil survey nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2019 dengan media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi.
“Skornya 39,89,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, dalam internalisasi kearifan lokal, termasuk pemahaman agama, penggunaan media sosial yang tinggi termasuk tantangan.
“Karena menjadi media yang efektif menyebarkan konten radikal,” ungkapnya.
Tetapi, lanjutnya, hal tersebut menjadi peluang emas untuk intensifikasi penyebaran konten kontra radikal.
“Termasuk di situasi covid-19 seperti ini,” ujarnya.
Menurutnya, situasi ini tentu patut diwaspadai dan digarisbawahi bersama, karena bermula dari sikap anti keberagaman tersebut, akan melahirkan intoleransi.
Baca Juga: BNPT Dalami Dugaan Keterlibatan Penikam Syekh Ali Jaber dengan Jaringan Terorisme
“Yang apabila tidak dikelola dengan baik, akan memantik lahirnya radikalisme dalam beragama, dan aksi terorisme,” ujarnya.
Proses penanggulangan terorisme, lanjutnya, tidak bisa hanya dilakukan oleh aparatur keamanan semata.
Baik itu Kepolisian, TNI, dan BNPT sebagai lembaga negara yang mendapat mandat untuk menjalankan program ini, dibutuhkan sinergi yang kuat antara aparatur keamanan dengan masyarakat.
“Karena bahaya terorisme menyasar tanpa memandang pangkat, jabatan, dan status sosial,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam konteks inilah, pelibatan aparatur Kelurahan/Desa, serta Babinsa dan Bhabinkamtibmas, humas, dan penggiat media dan media sosial di Sumatera Selatan menjadi sangat vital.
“Masyarakat kita masih sangat kental percaya apa yang dicontohkan oleh pemimpinnya adalah panutan yang dapat diikuti,” ujarnya.
BNPT RI, sambungnya, mendorong aparatur kelurahan/desa untuk dapat memahami apa dan bagaimana bahaya terorisme menjadi ancaman nyata, mengetahui bagaimana melaksanakan pencegahannya, dan menyebarluaskan pengetahuan tersebut kepada masyarakat.
“Melalui kegiatan pelibatan aparatur kelurahan/desa tentang literasi informasi ini, sekali lagi kami tekankan, tugas pencegahan radikalisme dan terorisme tidak semata-mata ada di tangan aparat keamanan, ” ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat dengan berbagai elemen di dalamnya memiliki tugas dan peranan yang sama untuk bersama-sama mencegah terorisme.