AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi.
Kedua aspek kompetensi minimum ini, menjadi syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang ingin mereka tekuni di masa depan.
“Fokus pada kemampuan literasi dan numerasi tidak kemudian mengecilkan arti penting mata pelajaran karena justru membantu murid mempelajari bidang ilmu lain terutama untuk berpikir dan mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam bentuk angka atau secara kuantitatif,” jelas Mendikbud.
Sedangkan untuk bagian kedua dari Asesmen Nasional ini adalah survei karakter yang dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak profil pelajar pancasila.
Baca Juga: Mendikbud Meminta Guru dan Murid yang Belum Menerima Kuota Data Internet Segera Melapor
Bagian ketiganya, survei lingkungan belajar untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.
Asesmen ini dilakukan sebagai pemetaan dasar dari kualitas pendidikan nyata di lapangan, sehingga tidak ada konsekuensi bagi sekolah dan murid.
“Hasil Asesmen Nasional tidak ada konsekuensinya buat sekolah, hanya pemetaan agar tahu kondisi sebenarnya,” kata Mendikbud.
Kemendikbud juga akan membantu sekolah dan dinas pendidikan dengan cara menyediakan laporan hasil asesmen yang menjelaskan profil kekuatan dan area perbaikan tiap sekolah dan daerah.
Baca Juga: Diharapkan Hasilkan Generasi Unggul, Menko PMK: Pendidikan Pranikah Diutamakan untuk Perempuan
Pemerintah mengajak semua para pemangku kepentingan untuk bersiap dalam mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional mulai tahun 2021 sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tahun Depan UN Diganti Asesmen Nasional, Ini Penjelasan Mendikbud"