“Sementara itu pada Januari 2020-nya pasien menurun menjadi 356 orang. Itu perbandingannya terlihat,” ujarnya.
Meski demikian, keberhasilan dalam menekan angka itu tidaklah serta merta begitu saja. Sebab, ada strategi dan upaya penanggulangan yang dilakukan.
Di antaranya, mengindetifikasi wilayah dan kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan refraksi. Menurut Feny, upaya penanggulangan yang dilakukannya kali ini adalah menyasar anak-anak di usia sekolah dan lanjut usia (lansia).
Baca Juga: Wali Kota Risma Minta Warga Surabaya Tidak Mudah Terpengaruh Hoax
“Kita menyasar ke pelajar SD- SMP Usia rata-rata dari 7–15 tahun. Kemudian langkah kedua, mengembangkan surveilans deteksi dini gangguan refraksi yang dilakukan oleh kader dan rujukan ke puskesmas,” urainya.
Tidak hanya itu, upaya lain yang dilakukan adalah melatih kader indera, serta melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Mata Masyarakat (RSMM) untuk mendeteksi dini kelainan refraksi mata.
Di sisi lain, jajaran Dinkes juga memberikan diseminasi komunikasi, informasi serta edukasi melalui para kader, petugas kesehatan dan sekolah.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Berikan Insentif ke Guru Non PNS, Tenaga Pengajar TK hingga Guru Ngaji