Makassar, Sonora.ID - Korban investasi bodong terus bertambah selama pandemi corona. Hal ini menunjukkan literasi keuangan masyarakat khususnya di Sulawesi Selatan masih rendah.
Seperti diungkap Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) regional VI Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua), Patahuddin saat membuka secara simbolis webbinar cerdas berinvestasi dan waspada penipuan berkedok investasi, Selasa (20/10/2020).
Dia mengatakan literasi keuangan warga di Sulsel baru 32,46 persen. Jauh dibawah angka rata-rata secara nasional yang telah berada 38 persen lebih.
Baca Juga: Digelar Virtual, CMSE 2020 Fokus Tingkatkan Literasi dan Inklusi Pasar Modal
"Ketidakpahaman ini dimanfaatkan oknum melakukan penipuan dengan kedok investasi," ujarnya.
Sementara, analis bagian edukasi dan perlindungan konsumen OJK regional VI Sulampua, Normasita yang hadir sebagai narasumber memberi gambaran bagaimana mengenal ciri-ciri investasi bodong.
Selain itu, dijelaskan tentang skema ponzi yang banyak digunakan perusahaan invetasi bodong dalam menjerat korbannya.
"Ketika kita menerima penawaran menjanjikan, keuntungan yang besar dengan skema ponzi dan sejenisnya. Itulah adalah bentuk iming-iming agar kita tertarik berinvestasi di perusahaan itu," jelasnya.
Baca Juga: BI dan OJK Berkomitmen Bantu Pemulihan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Dia juga menekankan pentingnya literasi keuangan. Ketidakpahaman masyarakat terhadap produk keuangan menjadi pemicu maraknya penipuan curang di sektor jasa keuangan.
Normasita mengimbau masyarakar agar sebelum melakukan investasi untuk memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
"Hingga tahun 2020, total kerugian akibat penipuan berkedok investasi telah mencapai Rp 92 triliun secara nasional,"sebutnya.
Baca Juga: Webinar Edukasi Bahaya Narkoba, Kapolda dan Dirnarkoba Polda Kalsel Diganjar Penghargaan
Penipuan berkedok investasi melalui uang kripto juga perlu diwaspadai. Pasalnya marak oknum yang memanfaatkan teknologi tersebut dalam menjalankan modus operasi yang meresahkan dan merugikan banyak pihak.
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti, M Syist mengatakan kini memperjualbelikan aset kripto seperti Bitcoin, Litecoin, dan Ethereum telah dilegalkan.
Hal itu diatur dalam peraturan Bappebti nomor 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di bursa berjangka.
Baca Juga: Satu UKM satu Kebun, solusi krisis pangan Pandemi Covid 19
"Terdapat 13 perusahaan atau entitas yang legal, beberapa diantaranya PT Crypto Indonesia Berkat, PT Upbit Exchange Indonesia dan PT Tiga Inti Utama," jelasnya.
M Syist menambahkan peraturan tentang aset kripto yang dikeluarkan pemerintah bertujuan memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha terhadap para pelaku usaha perdagangan aset kripto di Indonesia.
"Selain itu, juga untuk menumbuhkan kepercayaan dan keamanan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dan bertransaksi aset kripto," jelasnya.
Baca Juga: Pertamina Hulu Kaltim dan Smart FM Balikpapan Gelar Webinar Womenpreneur
Hadir juga sebagai narasumber Duryatsyah selaku kepala bidang pengawasan Dinas Koperasi dan UMKM Sulsel. Dia meminta masyarakat mewaspadai tindakan oknum yang berusaha menghimpun dana secara tidak benar dengan menggunakan kedok koperasi.
"Ada ciri koperasi yang sehat. Seperti dipercaya oleh anggota, bebas masalah hukum dan bertumbuh," ungkapnya.
Baca Juga: Sumut Targetkan Punya 29 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah