Sonora.ID – Aksi demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja masih belum selesai. Hari ini, Kamis (22/10/2020), ribuan pekerja akan melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law.
Salah satu kelompok pekerja yang akan melakukan aksi massa tersebut adalah Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI).
Aksi demo akan dilaksanakan di depan Istana Kepresidenan sebagai tindak-lanjut dari aksi unjuk rasa 6 – 8 Oktober 2020, dengan tuntutan “Permintaan Agar Presiden Menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Tentang Pembatalan UU Cipta Kerja”.
Baca Juga: Kerahkan Ribuan Peserta, Buruh Kalsel Tuntut Dialog dengan DPR RI
Kali ini, jadwal para pendemo melakukan aksi dimulai pada pukul 10.00 hingga pukul 16.00 dan berkumpul di titik lokasi Patung Kuda Arjuna Wisaha.
Melansir dari Tribunnews.com, Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi menyampaikan kenapa mereka melakukan aksi unjuk rasa susulan.
"Pembentukan UU Cipta Kerja tidak mencerminkan semangat musyawarah untuk mufakat," tulis Arif dalam rilisnya, Kamis.
Menurutnya, prosedur pembentukan UU Cipta Kerja melanggar asas-asas seperti pada pasal 5 dan pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, padahal prosedur, dalam teori hukum adalah jantungnya hukum.
Baca Juga: Sindir Para Pendemo, Luhut: Lagi Keadaan Susah Gini, Masih Demo Lagi
"UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang mengatur tentang tugas dan peran serikat pekerja yang wajib memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Artinya, bahwa SP/SB wajib dilibatkan dalam permasalahan yang menyangkut pekerja/buruh sebagaimana amanah dan perintah UU ini," jelasnya.
Arif meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi para pembantu Presiden baik Menteri maupun Birokrat atas prosedur dan proses pengundangan UU Cipta Kerja yang tidak sesuai dengan semangat musywarah untuk mufakat sebagaimana amanah Pancasila dan UUD 1945.
Karena UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenaga kerjaan menyangkut bukan saja pekerja/buruh yang sedang bekerja yang merasakan dampak dari revisi tersebut, akan tetapi seluruh calon pekerja baik sudah selesai pendidikannya maupun yang masih sekolah/kuliah.
Baca Juga: Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Ribuan Mahasiswa Kembali Demo di Istana