Mahasiswa asal Klaten ini mengungkapkan, tidak semulus yang terlihat, dalam pengembangan HUST 2.0 juga mengalami beberapa kendala. Misalnya, seperti sistem jalur distribusi listrik menuju daerah pesisir yang harus berada di bawah laut dan memiliki jarak yang jauh, sehingga memungkinan terjadinya hilang energi.
“Hal ini membuat kami masih perlu meneliti dan mengembangkan alat ini, sehingga konsep pembangkit listrik tenaga arus laut (HUST 2.0) dapat diaplikasikan secara optimal,” tuturnya.
Kedua kalinya Wildan bersama timnya memutuskan untuk melombakan karyanya ulang. Hal ini dikarenakan Indonesia belum memiliki alat pengembangan teknologi yang menggabungkan ketiga fungsi seperti sensor bawah laut, pendeteksi bencana laut, serta pembangkit listrik tenaga arus laut.
“Hal tersebut membuat kami yakin inovasi ini dapat diterima oleh masyarakat luas dan juga juri sehingga bisa mendapat juara lagi,” ungkapnya optimistis.