Makassar, Sonora.ID - PT Pertamina mendorong pemerintah menarik produk premium dari deretan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini lantaran, BBM dengan nilai oktan 88 itu tidak lagi sesuai perkembangan mesin kendaraan masa kini.
Demikian disampaikan Sales Area Manager Retail Sulseltra,Probo Prasiddahayu, di sela-sela program edukasi BBM ramah lingkungan bersama awak media di Makassar.
Probo mengakui, pihaknya kesulitan mengedukasi masyarakat untuk beralih menggunakan BBM berkualitas seperti Pertalite dan Pertamax. Sebab, hingga kini BBM premium masih dijual.
Padahal, telah ada regulasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, selanjutnya Peraturan Menteri KLHK Nomor 20 Tahun 2017 tentang penerapan Bahan Bakar standar Euro 4 atau minimal RON 91.
Baca Juga: Penghapusan BBM Jenis Premium Akan Dilakukan Bertahap, Berikut Daerah yang Diuji Coba
"Pertamina adalah operator dari Pemerintah. Ketika Pemerintah menegaskan tetap jual premium, ya kami jual. Jadi kembali ke Pemerintah. Seperti konversi minyak tanah ke gas elpiji 3kg, itu keputusan pemerintah," ujar Probo.
Kendati begitu, pihaknya tak ingin tinggal diam menunggu hingga kebijakan tersebut terwujud. Pelbagai kajian dan riset dilakukan terkait dampak penggunaan premium. Hasil kajian tersebut kemudian nantinya disampaikan kepada Pemerintah sebagai bahan pertimbangan.
Baca Juga: Udang Sitto Kualitas Premium Asal Pinrang Segera Masuki Pasar Eropa
Dari sisi bisnis, Pertamina telah menghentikan penjualan BBM premium untuk segmen industri sejak Oktober 2020 lalu. Namun, Region Manager Corporate Sales VII, Samuel Hamonangaj Lubis mengakui, sejumlah mitra bisnis Pertamina seperti TNI, Polri dan Pemerintahan masih memakai premium karena terlanjur terikat kontrak. Tetapi, tahun depan pihaknya memastikan seluruh mitra Pertamina akan beralih dari premium.
"Mesin-mesin di industri lebih aman pakai Pertalite, Pertamax maupun produk berkualitas kita yang lainnya," imbuh Samuel.
Baca Juga: HLN 75 : Energize Pelanggan Premium 7.500.000 VA
Untuk diketahui, Indeks Air Visual pada 1 Desember 2020 menunjukkan bahwa polusi udara di Makassar lebih tinggi dibanding kota besar lainnya dengan nilai 53 AQI. Peningkatan polusi udara itu seiring proporsi konsumsi premium di Sulawesi sebesar 56 persen. Bahkan khusus di Makassar mencapai 70 persen lebih. Hal ini menunjukkan masyarakat di Kota Makassar belum sadar akan penggunaan BBM berkualitas dan ramah lingkungan.