Banjarmasin, Sonora.ID - Fenomena pasang surut air yang belakangan terjadi di beberapa kawasan di Kota Banjarmasin sudah mulai meresahkan warga.
Berdasarkan pantauan Smart FM di beberapa titik, terdapat sejumlah kawasan yang letaknya terbilang rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain tergenang oleh aliran sungai.
Contohnya di kawasan Jalan Simpang Anem, Zafri Zam-Zam, Kecamatan Banjarmasin Barat, badan jalan di kawasan tersebut hampir setiap malam dalam beberapa hari ini selalu terendam.
Baca Juga: Memasuki Puncak La Nina Bulan Depan, Begini Pesan BPBD Banjarmasin
Alhasil, aktivitas warga yang sering melalui kawasan tersebut pun terganggu. Bahkan, baru-baru ini ada rumah yang roboh akibat hantaman ombak dari air Sungai Martapura yang pasang.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Bidang (Kabid) Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, Hizbul Wathony mengatakan, bahwa kondisi tersebut diprediksi akan terjadi hingga tanggal 11 Desember mendatang.
"Dari data yang kami dapat, pasang tinggi seperti ini akan terjadi lagi pada 16 sampai dengan 22 Desember 2020," ucapnya pada Smart FM melalui sambungan telepon.
Ia menjelaskan, fenomena tersebut kemungkinan bisa saja dikarenakan akibat badai La Nina yang sedang melanda beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Kota Banjarmasin.
Ia melanjutkan, permukaan air laut setiap tahunnya akan naik atau lebih tinggi dari pada permukaan tanah, lantaran pengaruh dari pemanasan global.
"Otomatis permukaan air sungai yang ada di kawasan Kota Banjarmasin pun juga ikut naik," ungkapnya.
Ketika ditanya terkait peristiwa ambruknya rumah akibat pengaruh gelombang air pasang sungai di Jl. Antasan Raden beberapa waktu lalu, Thony pun tidak memungkiri bahwa permukiman yang berada di daerah bantaran sungai merupakan salah satu kawasan atau daerah rawan terhadap bencana.
"Seperti banjir dan rawan akan terjadi longsornya tebing sungai," sambungnya.
Ia membeberkan, hal tersebut terjadi dikarenakan palung sungai selalu mencari kestabilan atau keseimbangan yang dinamis. Sehingga bergerak terus karena aliran air.
Bahkan, kemungkinan proses degradasi dan agradasi di palung sungai menyebabkan ketidakstabilan pada daerah tepian sungai.
"Karenanya, memang perlu dibangun kesadaran di masyarakat untuk lebih mengenal daerah rawan bencana khususnya di tepian sungai," ujarnya.
Hal ini sesuai dengan amanah dalam Undang-Undang dan peraturan yang terkait persungaian dan yang terbaru. Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang SPM bidang permukiman.
"Di sana menyatakan bahwa tempat tinggal di bantaran sungai merupakan daerah atau kawasan yang rawan bencana," tukasnya.
Oleh karena itu, Ia menegaskan, jika dipahami PP Nomor 2 Tahun 2018 tersebut secara tegas memberikan peringatan terhadap masyarakat untuk menghindari daerah yang disebut dengan kawasan rawan bencana.
"Permukiman di bantaran sungai harusnya secara bertahap perlu ditertibkan dan dikembalikan fungsinya sebagai bagian dari sungai itu sendiri," tutupnya.