Senada dengan dia, IT (11) juga mengaku melakukan hal ini lantaran keterbatasan ekonomi. Walaupun saat ini Ia masih menjalani sekolah daring atau online.
"Saya nggak punya HP, jadi sulit belajar online. Mending ngamen jadi badut daripada nggak ngapa-ngapain di rumah," cetusnya.
Ia mengaku, juga pernah terjaring razia Satpol PP Kota Banjarmasin. Bahkan kostum badut yang Ia pakai ngamen disita. Namun hal itu ternyata tidak membuat bocah yang juga masih duduk di kelas IV SD itu jera.
"Dulu sempat tertangkap Satpol PP, malah diancam akan dipenjara selama tiga bulan kalau masih saja jadi badut. Tapi kalau tidak jadi badut saya nggak punya uang," imbuhnya.
Baca Juga: Masuk Banjarmasin Diwacanakan Wajib Tunjukkan Hasil RT-Antigen Swab
Belajar dari pengalaman temannya ketiga bocah tersebut sering kejar-kejaran ketika ada patroli dari petugas Satpol PP.
"Kalau ada Satpol PP kami lari, sembunyi di sela-sela gang," kata IM (12) sambil tertawa.
Sebelumnya, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina turut angkat bicara, mengenai fenomena yang sekarang ini banyak ditemukan.
Ibnu pun menemukan indikasi, bahwa anak-anak tersebut dipekerjakan oleh orang tuanya, yang disebabkan karena kelamaan belajar di rumah.
"Hasil penelitian hanya 50 persen siswa saja yang belajar daring. Sisanya Itu yang dikhawatirkan lost learning dan berujung pada lost generation. Maka terindikasi eksploitasi terhadap anak," ucapnya kepada Smart FM.
Baca Juga: Masuk Banjarmasin Diwacanakan Wajib Tunjukkan Hasil RT-Antigen Swab