Sonora.ID - Seorang Ibu rumah tangga mengaku mengalami lonjakan tagihan listrik hingga Rp 68 juta. Padahal, sebelumnya pembayaran yang biasa dia lakukan hanya sekira Rp 500-Rp 700 ribu saja.
Hal itu pun ia ungkapkan di media sosial Twitter pada Jumat (15/1/2021) lalu dan mendapatkan perhatian dari netizen sehingga viral.
Melansir Kompas.com, ibu rumah tangga yang berinisial M tersebut menjelaskan kronologinya.
Baca Juga: PLN Imbau Masyarakat Lakukan Pengamanan Kelistrikan saat Banjir
Dia mengatakan kejanggalan muncul ketika bulan Oktober 2020 suaminya mendapatkan tagihan online yang membengkak, yakni hampir Rp 5 juta.
Di bulan November 2020, hal serupa kembali terjadi. Dirinya dan suami lagi-lagi mendapatkan tagihan senilai Rp 5 juta. Setelah itu, keduanya langsung mendatangi PLN Cabang Kreo Ciledug.
Kemudian pada 14 Januari 2021 lalu, petugas PLN mendatangi rumah M dan mengecek meteran listriknya.
Petugas yang memakai seragam itu mengatakan meteran perlu diganti karena tidak presisi. M mengizinkan petugas untuk mengganti meterannya, karena merasa memang tidak pernah diganti sejak 2019.
"Lalu saya disodorin BA (berita acara), bilang besok ke kantor buat cek unit bersama karena meteran angkanya nggak presisi. Nggak ada bilang curiga atau apa, kita mah iyain aja wong nggak ngerasa ngapa-ngapain," katanya.
Kemudian M dan suami datang ke kantor PLN yang ditentukan pada Jumat (15/1/2021) pukul 10.00 WIB.
"Sampai di sana, unit meteran kita yang di dalam plastik, dibuka sendiri ama pihak PLN-nya. Gak diperlihatkan ke kita kayak buka hape baru gitu loh, yang sama-sama liat dari A sampe Z. Dijelaskan komponennya aja nggak," ungkapnya.
Baca Juga: Gerak Cepat, PLN Pulihkan Tiang Roboh Akibat Longsor di Aranio, Kalsel
"Sampai di sana, unit meteran kita yang di dalam plastik, dibuka sendiri ama pihak PLN-nya. Gak diperlihatkan ke kita kayak buka hape baru gitu loh, yang sama-sama liat dari A sampe Z. Dijelaskan komponennya aja nggak," ungkapnya.
Denda Rp 68 juta M mengatakan setelah itu mereka langsung diberi denda sebanyak Rp 68 juta itu karena PLN menyebut mereka telah melanggar tingkat 2 P2TL. Namun yang membuat dia tidak terima adalah karena dari uji lab hanya error 10-15 persen.
Dia dan suaminya juga sudah menjelaskan bahwa rumah tersebut masih atas nama kakak dari suami. Keduanya ingin menanyakan terkait adanya kabel hitam itu. Namun mereka mengaku tidak diizinkan dan harus membayar denda saat itu juga atau diputus listriknya.
"Kami mau konfirmasi boleh nggak 1-3 hari gitu. Jawabannya apa? Nggak boleh. Bayar hari ini atau sebelum jam 5 listrik bapak diputus," kata dia.
Dia mengatakan ketentuan tersebut tidak bisa dinego. Padahal menurut aturan yang dia baca ada waktu 3 hari. Karena tidak ada uang sebanyak itu, pihak petugas memutuskan boleh membayar sebesar 30 persen lebih dulu atau sekitar Rp 20,4 juta.
"Tapi saya benar-benar merasa saya diancam dan dipaksa oleh PLN untuk membayar hal yang tidak kami lakukan. Kami bahkan bersedia diinvestigasi polisi dan disidik jari kalau memang bersalah, tapi mereka bilang mereka nggak mau tahu dan harus bayar hari ini juga atau listrik mati," imbuhnya.
M juga merasa bahwa tindakan PLN tidak adil, karena tidak menjelaskan opsi lain bahwa keluarga yang bersangkutan juga bisa mengajukan keberatan. Hal itu baru dia ketahui belakangan. Dia berharap sisa denda bisa dinegosiasikan.
Baca Juga: Sambut Pergantian Tahun, PLN Pastikan Pasokan Listrik Aman
"Kalau katanya kami sudah tandatangan menerima kenyataan itu, ya karena dipaksa bayar atau diputus. Kalo tandatangan ya bersedia membayar. Jadi ini pemaksaan juga. Kalau saya memang terima, saya gak akan bikin thread," jelas M.
SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya, Emir Muhaimin mengatakan, di lokasi pelanggan telah dilakukan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik), hasilnya ditemukan indikasi ketidaksesuaian yang akhirnya ditetapkan adanya pelanggaran kategori P2 dengan besaran tagihan susulan (TS) sesuai aturan sebesar yang ditwit oleh pelanggan.
Dia juga mengatakan pelanggan telah membayar uang muka sebesar 30 persen dan sisanya dicicil.
Manajer UP3 Kebon Jeruk Yondri Nelwan dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Minggu (17/1/2021) juga menjelaskan kronologinya menurut pihak mereka.
Dalam keterangan tertulis tersebut, pada 14 Januari 2021 petugas PLN sudah mendatangi keluarga yang bersangkutan untuk melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) dan disaksikan pemilik rumah.
"Ditemukan kejanggalan pada kWh meter yaitu pada angka meter dan segel. PLN membawa kWh meter tersebut untuk dilakukan pengujian," tulis PLN UP3 Kebon Jeruk.
Lalu bersamaan dengan itu, kWh meter di rumah pelanggan diganti dengan yang baru. Pada 15 Januari 2021, PLN melakukan pengujian terhadap kWh meter tersebut di Laboratorium Tera PLN, disaksikan pihak keluarga dan pihak kepolisian.
"Dari hasil pengujian, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian tenaga listrik. Pelanggaran tersebut masuk ke golongan pelanggaran P2, yaitu memengaruhi pengukuran energi dan dikenakan tagihan susulan (TS) sebesar Rp 68.051.521," tulis PLN juga.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Tagihan Listrik Membengkak hingga Rp 68 Juta, Ini Penjelasan PLN".