Banjarbaru, Sonora.ID – Sehari setelah kunjungan kerja Presiden RI, Joko Widodo, pada Senin (18/01), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) langsung menggelar konferensi pers terkait penanganan bencana banjir.
Topik utama yang disampaikan adalah terkait penyebab utama bencana banjir parah di awal tahun 2021.
“Secara umum pada DAS (daerah Aliran Sungai) Barito terjadi persoalan anomali cuaca dengan curah hujan yang sangat tinggi,” ungkap Penjabat Sekdaprov Kalsel, Roy Rizali Anwar, kepada sejumlah awak media di Aula Aberani Sulaiman Perkatoran Setdaprov Kalsel, pada Selasa (19/01).
Dengan mengacu data yang ada, banjir yang melanda hampir seluruh wilayah Kalsel dikarenakan tingginya curah hujan dengan durasi yang lama.
Baca Juga: Penuhi Keperluan Warga Terdampak Banjir, Seluruh Anggaran Dapur Umum Digelontorkan di Awal Tahun
Di mana normal curah hujan bulanan Januari 2020 hany sebesar 394 milimeter. Sedangkan curah hujan harian pada 9 sampai dengan 13 Januari 2021 mencapai 461 milimeter selama 5 hari berturut-turut.
“Tedapat kejadian sebesar 8 sampai 9 kali lipat peningkatan curah hujan dari biasanya,” beber Roy.
Pasangnya air laut di saat bersamaan, membuat daya tampung DAS Barito menurun signifikan, hingga menyebabkan banjir di mana-mana.
Baca Juga: Jokowi Instruksikan Perbaikan Sarana yang Rusak Akibat Banjir Kalsel
“Seiring tingginya curah hujan, air yang masuk ke Sungai Barito mencapai 2,08 miliar meter kubik dari kapasitas sungai dalam kondisi normal hanya 238 juta meter kubik. Oleh karenanya banjir tidak dapat dihindari, terutama di daerah hilir sungai,” terangnya.
Sementara banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), lanjut Roy, juga disebabkan disebabkan oleh tingginya curah hujan yang turun di wilayah tersebut. Sesat setelah hujan deras mengguyur Kabupaten HST, tercatat debit air sungai mencapai 332,79 meter kubik perdetik. Padahal kapasitas sungai hanya 93,42 meter kubik perdetik.
“Kondisi anomali cuaca atau kondisi banjir ekstrim seperti ini pernah terjadi pada tahun 1928 di daerah tangkapan air Barabai. Kondisi ini jadi periode ulang 100 tahunan dalam analisis iklim yang dihitung ulang 50 tahunan. Fenomina alam ini akan menjadi dasar penghitungan kapasitas Dam atau bendungan yang akan dibangun di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Adanya curah hujan yang tinggi dan minimnya daya tampung DAS Barito, diakui Roy, tidak didukung dengan pembuangan air yang baik.
Baca Juga: Tiga Hari Pasca-banjir Manado, 99% Gardu Listrik Kembali Normal
“Sistem drainase yang ada tidak mampu mengalirkan air dalam jumlah besar,” tambah Roy.
Lalu bagaimana dampak pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara, Roy menyebutnya tidak menjadi faktor utama terjadinya bencana banjir dahsyat di Kalsel.
“Perizinan kebun (kelapa sawit) belum terlihat sebagai faktor utama (banjir) dan ini sedang kami pelajari secara mendalam. Perizinan tambang juga secara luas hanya 37 ribu hektar dari area izin seluas 55 ribu hektar sejak tahun 2008,” pungkas Roy.
Baca Juga: Gerak Cepat PLN Tangani Kelistrikan Banjir Bandang dI Cisarua Bogor