Sonora.ID - Saat ini mulai banyak masyarakat di Indonesia yang mulai melirik saham untuk dijadikan sebagai investasi. Namun, banyak pula masyarakat yang seketika ingin menjadi trader lantaran dinilai lebih menggiurkan.
Fenomena beli saham pakai margin trading pun mulai digandrungi masyarakat milenial. Pasalnya pada saham margin trading Anda akan memiliki kesempatan membeli saham dengan nominal berlipat ganda dari dana yang ada, investor juga berpeluang memperoleh imbal hasil besar dari kenaikan harga saham yang dibeli.
Sayangnya meski membeli saham trading ini terbilang menggiurkan namun resiko yang harus dihadapi para traider juga cukup besar.
Nah, sebelum terjebak dalam kerugian yang cukup dalam, ada baiknya jika investor memahami seluk beluk margin trading dan pahami risikonya.
Baca Juga: Optimistis Pasar Modal Akan Bangkit Tahun ini, Airlangga: Ketidakpastian Akan Berakhir
Margin trading sebenarnya merupakan sebuah fasilitas yang diberikan oleh perusahaan sekuritas yang memungkinkan nasabah untuk membeli saham berkali-kali lipat dari dana yang dimiliki investor.
Salah satu hal yang wajib Anda ketahui adalah tidak semua saham bisa dibeli dengan margin trading, hanya saham yang memiliki fundamental baik saja yang bisa dibeli dengan margin trading.
Disisi lain, force sell merupakan aksi jual paksa oleh perusahaan sekuritas atas portofolio saham nasabah.
Hal ini dilakukan apabila nasabah tidak bisa membayar utang secara berlarut hingga menyentuh batasan perjanjian penundaan membayar cicilan, sehingga pihak bank memiliki hak mengambil alih aset nasabah yang diagunkan.
Baca Juga: Meski Masih Pandemi, Pasar Saham di Tahun 2021 Sangat Berpeluang
Kebijakan Sekuritas Analisis Artha Sekuritas Dennis Christopher mengatakan, pada dasarnya pihak sekuritas sudah memiliki hitungan tersendiri terkait dengan kebijakan forced sell pada portofolio nasabah. Dan aturan tersebut sudah ada sejak lama.
“Forced sell itu sudah ada hitungannya. Jika saham yang dibeli dengan margin mengalami penurunan dengan presentase tertentu, atau jika batasan hari pemakaian margin sudah mencapai batas maka akan otomatis forced sell. Aturan ini sudah ada sejak lama,” kata Dennis kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2021).
Menurut Dennis, forced sell yang dilakukan oleh sekuritas umumnya adalah hari T+5 setelah pemakaian margin atau penyelesaian transaksi pada hari ke 5 setelah penggunaan margin trading.
Namun, tentunya tiap sekuritas memiliki persentase dan penghitungan yang berbeda tergantung risikonya.
“Kalau untuk presentase penurunan, ada perhitungan sendiri dari masing-masing sekuritas, dan berbeda-beda, dimana tiap saham juga memiliki margin ratio yang berbeda-beda tergantung tingkat risikonya,” jelas dia.
Baca Juga: Inspirator Investasi Nilai Tingkat Melek Investasi di Indonesia Sangat Minim
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menjelaskan, umumnya sekuritas yang melakukan forced sell terhadap portofolio nasabahnya, lantaran investor kesulitan dalam melunasi utangnya kepada sekuritas.
“Kalau forced sell bisa dieksekusi sekuritas, kalau individu (investor/ nasabah) menerapkan transaksi dengan margin dan berpotensi dikategorikan tidak bisa mengembalikan utang kepada sekuritas,” kata Nafan.
Dennis menambahkan, investor tidak bisa sepenuhnya menyalahkan sekuritas karena melakukan forced sell.
Ada baiknya jika investor paham betul dengan konsekuensi ketika ingin berinvestasi saham menggunakan margin trading.
“Jadi saya rasa dalam hal ini tidak bisa sepenuhnya menyalahkan sekuritas. Investor harusnya mempelajari jika ingin berinvestasi dengan margin terutama risiko-risikonya. Di sisi lain, ada baiknya pihak sekuritas juga mengedukasi nasabah mengenai margin trading,” tegas Dennis.