Banjarmasin, Sonora.ID - Belum selesai menangani penyebaran CoVID-19, Kota Banjarmasin harus dihadapkan dengan musibah banjir yang datang tiba-tiba.
Padahal, Kota Banjarmasin bisa dikatakan sudah cukup berhasil menekan angka penularan virus corona, dengan terus menyadarkan masyarakat untuk menerapkan 4 M.
Adapun slogan 4M yang dimaksud yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan.
Namun, sejak banjir melanda pertengahan Januari lalu, penerapan protokol kesehatan (prokes) pun buyar. Lebih-lebih terkait kerumunan.
Baca Juga: Longsor di Tanah Bumbu, Penambang Batu Bara Masih Terperangkap
Bukan tanpa sebab. Itu dikarenakan sekitar 51 ribu jiwa yang terdampak banjir, seribu lebih warga diantaranya harus mengungsi di sebuah tempat yang dianggap aman.
Kondisinya pun sudah bisa dibayangkan. Sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, harus diisi orang banyak. Tentu, prokes pun sulit untuk diterapkan.
Terkait hal itu, anggota Tim Pakar CoVID-19 dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin pun angkat bicara.
Baca Juga: Sampah Turut 'Membanjiri' Jalanan, Petugas Kebersihan di Banjarmasin Kewalahan
Ia menjelaskan pemerintah daerah, Satgas CoVID-19, dan masyarakat perlu mewaspadai adanya klaster pengungsian.
"Ketika terjadi banjir yang memaksa warga mengungsi ke tempat keluarga atau tempat-tempat pengungsian umum, pengungsi kerap kesulitan dalam menerapkan protokol kesehatan. Khususnya mengenakan masker, menjaga jarak dan kebersihan," ucapnya, saat dihubungi Smart FM Banjarmasin.
Hidayatullah menjabarkan, untuk Kota Banjarmasin, kelurahan yang cukup banyak pengungsinya adalah Kelurahan Sungai Jingah, Tanjung Pagar, Pemurus Dalam, Sungai Lulut, Antasan Kecil Timur, Alalak Selatan, Sungai Andai, Surgi Mufti, Pemurus Baru, Kelayan Dalam, dan Kelayan Timur.
"Potensi pertumbuhan CoVID-19 akan lebih tinggi di daerah-daerah terdampak banjir yang menyebabkan banyak warga mengungsi," jelasnya,
Baca Juga: Berusaha Cari Bantuan Sendiri, Warga Pengungsi Datangi Balaikota Banjarmasin
Ia berharap, strategi 3T, khususnya testing dan tracing perlu diintensifkan di daerah-daerah yang banyak jumlah pengungsinya.
Ia menganggap, dengan deteksi dini, maka warga yang diketahui terinfeksi CoVID-19 dapat segera diisolasi.
Bahkan jika memerlukan perawatan, dapat segera dibawa ke rumah sakit rujukan terdekat.
"Sedangkan tracing, diperlukan untuk mengetahui potensi penularan dari warga terinfeksi. Dengan cara ini, penularan lebih besar dapat dicegah. Kemudian, juga mencegah kemungkinan kondisi sakit yang lebih parah, termasuk memitigasi bertambahnya kasus meninggal karena keterlambatan penanganan," tutupnya
Baca Juga: Berusaha Cari Bantuan Sendiri, Warga Pengungsi Datangi Balaikota Banjarmasin
Sebelumnya diberitakan, dari sekian banyak lokasi yang menjadi pengungsian, gedung Terminal Tipe B Kilometer 6 adalah salah satuny.
Gedung milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan itu sudah cukup lama digunakan sebagai tempat pengungsian warga yang terdampak banjir.
Utamanya warga yang di wilayah Kec. Banjarmasin Timur. Namun sayangnyaa kondisinya sudah sangat berdesakan.
"Benar. Sudah over kapasitas. Jadi ada sebagian yang tidur di lorong," ucap Rusma Khazairin, Kepala UPTD Terminal Tipe B Provinsi Kalsel.
Rusma mengakui, karena kondisi pengungsian yang sudah berdesakan, protokol kesehatan (Prokes) pencegahan CoVID-19 tidak bisa diterapkan dengan baik.
Oleh karena itu, Ia meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Banjarmasin, untuk turut memperhatikan kondisi kesehatan warga di pengungsian. Baik itu mengenai penularan virus maupun penyakit lainnya yang biasa diderita ketika terjadi banjir.
"Kita harapkan Dinkes aktif memeriksa warga disini. Prokes juga tidak bisa dijalankan lagi karena kondisinya sudah darurat," tutupnya.
Baca Juga: Besok Wali Kota Banjarmasin Divaksin Tahap Kedua, Ibnu: Tidak Ada Persiapan Khusus