Sonora.ID – Pemerintah telah memberlakukan pembaruan pemungutan pajak terhadap penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer yang berlaku mulai hari ini, Senin (1/2/2021).
Perbincangan soal pembaruan pungutan pajak pulsa hingga token ini pun ramai di bahas oleh publik.
Ada beberapa anggapan yang dianggap tak tepat. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberi klarifikasi dan penjelasan mengenai pembaruan pungutan pajak ini.
Baca Juga: Sri Mulyani Tegaskan Tidak Ada Pungutan Pajak Untuk Pulsa, Token Listrik dan Voucher
Menurut Juru Bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari kepada Kompas.com, Sabtu (30/1/2020), menegaskan tak ada jenis atau obyek pajak baru dalam aturan tersebut.
Berikut ini hal-hal yang perlu diketahui seputar informasi pajak pulsa hingga token listrik:
Tak terpengaruh ke harga
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa ketentuan baru ini tidal berpengaruh pada harga pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Baca Juga: Penerimaan Pajak di Kaltim dan Kaltara Capai Rp 17 Triliun pada 2020
Pungutan pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.
"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER," kata Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagram-nya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021).
Untuk pangkas mekanisme
Pembaruan pajak ini bertujuan untuk menyederhanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Aturan mengenai PPN dan PPh sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 dan 8 Tahun 1983.
Adapun perubahan terakhir diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Penerimaan Kanwil DJP Riau Tahun 2020 Capai 98,51 Persen dari Target
Khusus untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucer, pembaruan diberlakukan guna memangkas mekanisme perpajakan.
Pengecer tak kena PPN
Kemenkeu mengatakan, dalam pratiknya, distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan dalam melaksanakan mekanisme PPN. Sehingga hal ini menyebabkan ada persoalan dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Dalam aturan sebelumnya, PPN dipungut dari setiap rantai distribusi penjualan pulsa dan kartu perdana, mulai dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), server (tingkat 2), distributor besar (tingkat 3), distributor seterusnya, sampai dengan pedagang eceran.
Baca Juga: DJP Kalselteng Capai 95 Persen Penerimaan Pajak di Tengah Pandemi
Dalam pembaruan aturan ini, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat 2 (server).
Oleh karena itu, distributor kecil dan pengecer tidak perlu dipungut PPN dari pulsa dan kartu perdana lagi.
Selisih harga token listrik
Aturan sebelumnya, PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen. Aturan tersebut menimbulkan salah paham atas jasa penjualan terutang PPN.
Di aturan yang baru, PPN untuk token listrik dikenakan berupa komisi atau selisih harga yang diterima penjual, bukan atas nilai token listriknya.
Adapun dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/2021 Pasal 2 menyebutkan, token adalah listrik yang termasuk barang kena pajak yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan pada bidang perpajakan.
Baca Juga: Kanwil DJP Kaltimra Tidak Capai Target Penerimaan Pajak Tahun 2020
Selisih harga vocer
Komisi dan selisih harga juga berlaku untuk pajak voucer.
"Di dalam aturan yang baru, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucer," ujar Rahayu.
Sehingga, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran agen penjual voucer berupa komisi atau selisih harga.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Ingatkan Para YouTuber untuk Tetap Bayar Pajak
Sementara itu, PPh Pasal 23 mengatur mengenai pajak atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer.
Pungutan itu merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dalam SPT tahunannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Hal yang Perlu Diketahui soal Pajak Pulsa, Kartu Perdana, dan Token Listrik"